|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Anawangguluri dan Oheo - Sulawesi Tenggara |
|
Anawangguluri dan
Oheo - Sulawesi Tenggara |
|
|
|
Dahulu, ada seorang pemuda bernama
Oheo. Pekerjaannya sehari-hari adalah bertani. Pada
suatu hari Oheo membuka kebun di hutan. Kebun itu
ditanami tebu yang tumbuh dengan subur.
Pada saat tanaman tebunya tua, banyak burung nuri
yang turun mandi di sungai dekat kebun itu. Sebelum
mandi, burung-burung itu lebih dahulu makan tebu.
Sehingga ampas tebu berhamburan di tepi sungai.
Melihat kejadian itu Oheo sangat kesal dan jengkel
pada burung-burung itu.
Suatu ketika Oheo pergi mengintip burung-burung
itu. Namun apa yang dilihatnya sungguh membuatnya
tercengang. Ia melihat tujuh orang bidadari cantik
sedang mandi. Bidadari-bidadari itu turun dari khayangan.
Pakaian mereka diletakkan di pinggir sungai.
Dengan hati berdebar-debar, Oheo merayap menuju
ke tempat pakaian-pakaian itu. Dengan cepat Oheo
mengambil sebuah pakaian bidadari itu. Kemudian
ia segera pulang. Disimpannya pakaian itu dalam
ujung kasau bambu dekat jendela. Sesudah itu, Oheo
kembali mengintip perilaku para bidadari yang sedang
mandi.
Usai mandi, para bidadari bergegas mengenakan pakaian
mereka masing-masing. Yang sudah selesai berpakaian
langsung terbang tanpa menunggu yang lainnya.
Satu demi satu mereka terbang. Tinggallah seorang
bidadari yang mondar--mandir mencari pakaiannya.
Tentu saja tidak tertemukan. Tidak berapa lama muncullah
Oheo, si biang keladi yang menyebabkan sang bidadari
terus berendam di dalam air.
Sambil tetap berendam dalam air karena malu, Anawangguri
nama bidadari itu bertanya kepada Oheo. “Apakah
engkau melihat pakaianku disini?”
“Tidak,”
jawab Oheo.
Anawangguluri semakin sedih. “Tolonglah
aku, Oheo. Kasihanilah daku. Kakak-kakakku sudah
terbang semua,” tutur Anawangguluri.
Lama-kelamaan Oheo merasa iba kepadanya. “Aku
akan memberikan pakaianmu, asal kau mau kawin denganku,”
tuturnya.
Anawangguluri menerima permintaan itu. Namun, Anawangguluri
minta kepada Oheo, “Bila
di kemudian hari kita mempunyai anak, maka kaulah
yang membersihkan kotoran anak kita,”
tutur Anawangguluri.
Oheo pun menerima permintaannya. Maka kawinlah mereka.
Sejak saat itu hidup mereka aman dan bahagia.
Pada suatu ketika lahirlah anak mereka. Seperti
dalam perjanjian semula bahwa, setiap anaknya buang
air besar maka Oheolah yang membersihkannya. Begitulah
seterusnya.
Sekali waktu, Oheo sedang mengayam atap di halaman
rumah. Sementara itu anak mereka buang air besar
lagi. Maka Anawangguluri memanggil suaminya. Namun,
kali ini dia menolak panggilan istrinya. Berkali-kali
istrinya memanggil, tetapi tetap ditolaknya, bahkan
Oheo berkeras dan menyuruh istrinya untuk membersihkan
kotoran itu. Anawangguluri sempat berkata, “Apakah
kamu telah melupakan janjimu dahulu sebelum kita
kawin?”
Oheo menjawabnya dengan nada keras, “Tak
usah mengingat lagi yang lama.“ Anawangguluri
bertambah sedih.
Sambil berderai air matanya, ia membersihkan kotoran
anaknya itu. Kemudian Anawangguluri berdiri ke depan
jendela sambil menyaksikan pemandangan alam. Pandangan
matanya dilemparkan kesana kemari, melihat ke angkasa.
Tiba-tiba terlihat olehnya pakaiannya diujung kasau
bambu itu. Dengan tangan yang gemetar, perlahan-lahan
ia menarik pakaian itu.
Kiranya pakaian itu masih utuh. Alangkah senang
hatinya ia duduk kembali menggendong anaknya sambil
mencumbuinya. Diciumi anaknya, sesudah itu diletakkannya
kembali di lantai seraya memanggil suaminya.
“Oheo, jagalah anakmu
ini, aku akan kembali ke kayangan.”
Mula-mula dia tidak percaya akan hal itu. Setelah
dua kali dipanggilnya, Oheo beranjak dari duduknya
halaman rumah. Sampai di dalam rumah, Anawangguluri
telah terbang lagi dan hinggap di pohon pinang.
Oheo mengejarnya terus, tetapi sia-sia. Anawangguluri
terbang terus dan hinggap lagi di pohon kelapa.
Akhirnya, ia terbang ke angkasa kembali ke kayangan.
Oheo merasa sedih, menyesali perbuatannya. Ia merasa
bingung karena ditinggali anak kecil. Bagaimana
cara merawat anak kecil, ia sendiri bingung. Itu
sebabnya, ia berusaha berkeliling minta bantuan
kepada siapa saja yang mau mengantarkannya ke angkasa.
Berhari-hari ia keliling, tetapi belum ada yang
mengaku bisa mengantarnya ke angkasa.
Pada suatu ketika ada sejenis tumbuhan bernama “Ue-Wai”
mengaku mau mengantarkan Oheo ke khayangan. Tetapi
dengan syarat Oheo harus membuatkan Ue-Wai cincin
untuk dipasang pada setiap tangkai daun.
Permintaan Ue-Wai itu dipenuhinya. Ue-Wai menyuruh
Oheo duduk di tangkainya kemudian menggendong anaknya
erat-erat. Sebelum tumbuhan itu menjulang ke angkasa,
lebih dahulu, Ue-Wai memberikan petunjuk kepada
Oheo. “Setelah kita berada
di angkasa, kita akan mendengarkan bunyi keras.
Bunyi pertama, tutup matamu erat-erat. Bunyi kedua
bukalah matamu!”
Petunjuk itu harus diikutinya. Benar juga, setelah
berada diangkasa, bunyi keras meledak. Mata Oheo
ditutupnya erat-erat. Bunyi kedua, membuka mata.
Alangkah kagetnya ketika itu sudah berada di halaman
istana raja khayangan. Sementara itu, putri-putri
raja sedang berjalan-jalan disekitar istana. Salah
seorang dari putri itu, melihat Oheo sedang duduk
di halaman. Kejadian itu segera dilaporkan kepada
ayahnya, Tuan Raja. “Coba
perhatikan manusia itu, jangan-jangan Oheo bersama
anaknya,” titah Raja.
Setelah diperhatikan ternyata benar, bahwa yang
datang itu adalah manusia dari bumi bernama Oheo,
yang sedang mencari istrinya. Oheo tidak diperkenankan
bertemu dengan istrinya, Anawangguluri, kecuali
kalau lulus dalan ujian berat. Ujian itu adalah
Oheo harus mampu menumbangkan batu besar, sebesar
istana, kemudian harus memungut bibit padi yang
dihambur di padang rumput tanpa sisa dan masih ada
ujian berat lainnya. Ujian pertama lulus dengan
dibantu oleh tikus, burung dan hewan lain. Ujian
yang terberat lagi, yaitu harus dapat bertemu dengan
istrinya dalam sebuah tempat tidur di waktu malam
gelap gulita. Sementara itu tempat tidur sama bentuknya.
Ia diperintahkan oleh raja. Ia harus menemukan istrinya.
Kalau tidak dapat, jiwanya akan terancam. Disaat
itulah ia merasa tidak mampu memecahkan masalah.
Sementara ia termenung, datanglah kunang-kunang
seraya bertanya kepada Oheo. “Apa
gerangan yang membuat engkau bingung?”
“Aku mempunyai masalah
berat. Sulit rasanya mencari istriku di dalam gelap
gulita ini, sementara bentuk tempat tidur sama,
muka istriku dengan saudara-saudaranya yang lain
itu sama pula.” “Jangan
khawatir, ikutilah aku. Aku terbang, dimana aku
hinggap disitulah istrimu.”
Hati Oheo sungguh gembira sekali mendengar petunjuk
itu. Ia memperhatikan kunang-kunang terbang.
Tiba-tiba kunang-kunang itu hinggap pada sebuah
tempat tidur. Dengan hati gemetar, Oheo masuk ketempat
tidur itu. Ternyata, memang benar disitulah istrinya.
Anaknya pun merasa bahagia dapat tidur bersama ibunya
lagi.
Keesokan harinya sang raja memerintahkan mereka
untuk segera turun ke bumi. Anawangguluri merasa
sedih hati ketika mendengar perintah ayahnya itu.
Sebaliknya, Oheo merasa gembira sekali. Mereka segera
mempersiapkan peralatan secukupnya untuk segera
turun ke bumi. Setelah dipersiapkan segala sesuatunya,
turunlah mereka ke bumi dengan tali. Dalam sekejap
saja mereka telah sampai di bumi dengan selamat.
Sampai dibumi, Oheo bersama keluarganya mulai membentuk
kembali keluarga baru. Oheo mulai membuka kebun
baru. Kebun itu ditanami dengan padi dan tanaman
lainnya. Dengan hasil kebun itu, Oheo bersama keluarganya
hidup sejahtera dan bahagia.
Cerita ini erat kaitannya dengan lingkungan hidup.
Ketika Oheo dalam kesulitan ia ditolong oleh tanaman,
hewan dan serangga hingga sampai di khayangan. Ini
disebabkan Oheo memang akrab dengan lingkungan hidup
dan selalu menjaga alam sekitar dan melestarikannya. |
|
|
|
|
|