|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Balasan Bagi Tukang Sihir |
|
Balasan Bagi Tukang
Sihir |
|
Dahulu ada seorang pemuda miskin,
bernama Akib. Ia tidak mempunyai orang tua maupun
saudara. Untuk menyambung hidup, ia bekerja sebagai
pengumpul kayu bakar. Kayu-kayu itu dijualnya pada
tetangga yang membutuhkan.
Ia menjalani hidup ini dengan hati lapang, mau menerima
nasib dengan apa adanya tanpa mengurangi usaha yang
keras, bekerja mencari nafkah.
Suatu siang, ketika tengah mencari kayu, Akib dikejutkan
oleh kikik tawa nan amat menggidikkan. Dengan cepat,
Akib bersembunyi. Tak jauh dari tempatnya berdiri
tampak seorang nenek kurus, bungkuk, berjubah hitam
dekil, dan dengan rambut putih yang beriap. Ia mengikik
seram. Matanya jelalatan kesana kemari.
“Hikhikhik! Nah, itu bunga-bunga
yang aku cari!” ujar si Nenek. Ia melangkah
kesemak-semak lebat tempat Akib bersembunyi. Akib
sangat takut, sebab ia tahu siapa nenek itu. Ia
adalah Ninik Plerek, tukang sihir yang sangat jahat.
Akib menahan nafas. Di depan, Ninik Plerek dilihatnya
berjongkok. Nenek itu kemudian memetik dua bunga
pagi sore yang tengah kuncup, warna merah dan warna
kuning. Dengan penuh peluh dingin, Akib memperhatikan.
“Hikhikhik! Kedua bunga
ini,” sambung si Nenek, “Akan
aku sisipkan dalam rangkaian bunga yang telah kubuat,
lalu kuberikan pada Putri Sekar. Bila sang putri
menciumnya, hikhikhik, Ia akan tertidur lelap. Tak
ada yang bisa membangunkannya kecuali aku. Padahal,
obatnya mudah sekali, yakni dengan meneteskan air
rendaman bunga pagi sore, warna merah dan warna
kuning, yang tengah mekar kemulut sang Putri. Hikhikhik!
Bila Prabu Sangga memintaku menyembuhkannya aku
akan lakukan. Tetapi dengan syarat, ia harus mengawiniku
dulu! Hikhikhik! Aku harus dijadikan permaisuri!”
Nini Plerek lalu pergi.
Jantung Akib berdebar kencang. Ia secara tak sengaja
telah mengetahui rahasia besar. Rencana busuk dari
seorang tukang sihir atau tukang tenung.
Beberapa hari kemudian, tersiar kabar bahwa Putri
Sekar mengidap penyakit aneh. Ia tak mau bangun
dari tidurnya. Diguncang tak mau bangun. Diteriaki
suara keras ditelinganya ia tetap pulas.
Prabu Sangga sangat bingung. Seluruh dukun dan tabib
diundang untuk menyadarkan sang Purti. Namun tak
ada yang mampu menggugah sang Putri.
Sang Prabu bermaksud mengadakan sayembara bahwa
siapa yang bisa menyembuhkan sang putri, jika lelaki
akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan
saudara sang putri.
Sebelum sayembara itu di umumkan seorang pemuda
tiba-tiba datang ke istana. Pemuda itu tak lain
adalah Akib.
“Apa maksudmu datang kemari
anak muda?” tanya Prabu Sangga.
“Hamba ingin memastikan
apakah benar Tuan Putri menderita sakit tak bisa
bangun dari tidurnya?”
“Ya benar, dari mana kau
tahu?”
“Secara kebetulan hamba
mengetahui siapa yang mengguna-gunai Tuan Putri.”
kata Akib.
“Lalu apakah kau bisa
menyembuhkan anakku?”
“Hamba akan berusaha,
besok pagi hamba datang lagi kemari.”
“Mengapa harus besok pagi,
kalau bisa lakukan saja sekarang.”
“Hamba harus mecari bahan
ramuan untuk menyadarkan Tuan Putri.”
“Baiklah, aku ijinkan
kau datang kemari besok pagi.”kata
sang Prabu.
Esok paginya Akib datang ke istana setelah memetik
dua bunga pagi sore yang sedang mekar warna merah
dan warna kuning.
Di istana, ia merendam buga-bunga itu. Air rendaman
kedua bunga itu diteteskan ke mulut Putri Sekar.
Ajaib, sang Putri sekatika bangun. Prabu Sangga
senang sekali.
“Anak muda kau hebat sekali."
kata Prabu Sangga.
“Ah, hamba hanya kebetulan
saja mengetahui rahasia orang yang mencelakakan
Tuan Putri.“ sahut Akib dengan rendah
hati.
“Siapa orangnya?”
tanya Prabu Sangga.
“Nini Plerek, Gusti Prabu.....!”
“Hah?”
“Apa maksudnya berbuat
demikian?”
“Dia ingin dijadikan permaisuri.”
Sementara itu pada saat yang sama dipintu gerbang
para prajurit sedang menghadang seorang wanita berambut
riap-riapan.
“Aku adalah Nini Plerek!
Biarkan aku masuk, hanya aku yang bisa menyembuhkan
Tuan Putri Sekar, hik...hik...hik...hiiiik...! Terima
kasih, terima kasih ternyata Gusti Prabu sendiri
yang berkenan menyambutku.”
“Nini Plerek apakah kau
bermaksud menyembuhkan Putriku?”
“Benar Gusti Prabu, tapi
ada syaratnya. Gusti Prabu harus berkenan menjadikan
hamba permaisuri. Barulah hamba bersedia menolong
Tuan Putri.”
“Jadi benar kau yang mencelakakan
putriku. Hai pengawal tangkap wanita keji ini!”
kata Prabu Sangga dengan penuh wibawa.
“Apa? Berani menangkapku?
Bagaimana dengan Tuan Putri?”
“Aku tidak perlu bantuanmu
wanita jahat!”
Para pengawal segera menangkap Nini Plerek dan di
masukkan kedalam penjara. Sementara Akib akhirnya
dijodohkan dengan Putri Sekar. |
|
|
|
|
|