|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Buah Kecerdikan |
|
Buah Kecerdikan |
|
Dahulu di Ngkeran ada seorang raja
bernama Wan Periedede. Raja tersebut terkenal kaya
raya. Baginda juga terkenal adil dan bijaksana.
Kepada rakyatnya pun raja amat pemurah. Raja mempunyai
tiga orang adik. Nama adik baginda itu Tara, Tare,
dan Taru. Seluruh rakyat sangat hormat pada raja
yang bijaksana itu.
Suatu hari raja jatuh sakit. Tak lama kemudian,
baginda meninggal. Raja meninggalkan seorang istri
yang masih muda, serta dua orang putri, yaitu Periedende
dan Periedendu.
Pada upacara pemakaman raja, tampak rakyat berbondong-bondong
kepemakaman. Hari berduka negeri berlangsung beberapa
hari lamanya.
Seluruh upacara duka ini diserahkan permaisuri kepada
Tara, adik suaminya. Pada malam terakhir upacara
berduka, Tara menyampaikan pidato sambutan. Isinya
antara lain, mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pejabat dan rakyat.
Dalam pidatonya, Tara juga menyampaikan pengumuman
kepada seluruh hadirin bahwa sebagai penggati abangnya,
dia akan melanjutkan pemerintahan.
Pada suatu hari, Tara mengundang Tare, Taru dan
kakak iparnya janda almarhum raja, abangnya. Dalam
pertemuan itu, Tara mengatakan kepada kakak iparnya
agar barang perhiasan, permata, uang yang ditinggalkan
abangnya diserahkan kepada Tare. Ini semua dianjurkan
mengingat kalau-kalau nanti ada pencuri atau perampok
yang bermaksud jahat.
“Sawah dan ladang sebaiknya
diserahkan saja kepada Taru,” kata
Tara
“Biarlah dia yang mencari
orang yang akan mengerjakannya.”
“Adapun mengenai padi
di lumbung dan harta lainnya yang kakak simpan di
rumah, serahkan kepada saya. Saya akan mengurus
supaya lebih aman,” kata Tara kepada
kakak iparnya.
Mendengar itu semua ,janda raja terkejut. Segala
kebijaksanaan adiknya seperti bertentangan dengan
dirinya sendiri. Namun, bila di tolak ia khawatir
akan terjadi pertentangan. Boleh jadi ia akan dipulangkan
ke kampungnya, sedangkan ia sangat sayang kepada
dua putrinya, Periedende dan Periedendu.
Selama beberapa bulan saja memerintah, Raja Tara
sudah tampak berbeda dengan abangnya almarhum. Tara
serakah akan kekeuasaan dan harta. Kehidupan rakyat
mulai susah. Rakyatpun mulai merasa tak senang kepada
Tara.
Kehidupan kakak ipar dan kedua anaknya pun tak diperhatikan
Raja Tara. Malah mereka ditempatkan ditempat pengasingan.
Ketika persedian perbekalan ditempat pengasingan
sudah habis, kakak iparnya datang kerumah adik-adiknya.
Ia menceritakan bahwa persediaan makanan sudah habis.
Ia mengharapkan bantuan dari adik-adiknya.
Janda almarhum diterima adikya dengan muka masam.
Dia hanya diberi sedikit bahan makanan dan disuruh
pulang kedusun pengasingannya.
Pengalaman yang menyedihkan itu diceritakan kepada
kedua anaknya. Mendengar cerita itu mereka, Periedende
dan Periedendu ikut berduka.
Tempat pengasingan mereka berada di tengah hutan.
Tak jauh dari tempat itu ada sungai bernama Lawe
Alas. Dulu mereka sering mandi dan kadang-kadang
mencari ikan di Lawe Alas. Namun, sejak harimau
mulai mengganas, mereka mereka tak berani lagi turun
kekali. Penggembala kerbau, lembu, kambing dan biri-biri
pun tak berani lagi menggembalakan ternak mereka.
Demikianlah binatang buas semakin hari semakin merajalela.
Hewan ternak tambah lama tambah sedikit. Sawah dan
ladang pun sudah banyak yang ditinggalkan orang.
Karena dihantui rasa takut, rakyat mengurung diri
dalam rumah. Persedian makanan yang ada semakin
hari semakin tipis.
Melihat dan merasakan ini semua rakyat mulai marah
kepada Raja Tara. Terutama rakyat melihat Raja Tara
tak mampu mengatasi kesulitan yang menimpa kerajaan.
Sama dengan diseluruh kerajaan rakyat menderita,
begitu pula nasib keluarga Periedende. Meminta pada
keluarga raja tak memungkinkan lagi karena keluarga
raja tak bersedia memberikan bantuan.
Pada suatu hari, ibu periedende memutuskan untuk
pergi ke tempat abangnya di Terutung Payaung. Ia
disambut dengan baik. Semua pengalaman setelah ia
ditinggal almarhum diceritakan kepad keluarga abangnya
itu. Mendengar cerita ibu Periedende, semua yang
mendengar merasa sedih.
Ketika akan pulang sore harinya, ia dibekali bahan
makanan secukupnya. Semua cerita mereka ini didengar
oleh seekor harimau yang sedang kelaparan karena
hariamau itu sudah lama tak memperoleh mangsa.
Buru-buru harimau itu pergi kerumah ibu Periedende,
ingin menerkam kedua anak yang tinggal di tempat
itu. Dipintu rumah, harimau mengetuk. Lalu memanggil
nama kedua anak itu. Karena mendengar suara itu
agak asing kedua anak itu tak buru-buru membuka
pintu.
Kedua anak itu sedang memasak diatas tungku. Mereka
hanya merebus air karena tak ada makanan lain yag
dimasak.
Sementara itu dari celah dinding anak itu sempat
mengintip. Ternyata yang mengetuk adalah harimau.
Air yang sudah mendidih diangkat kedua anak itu
kedekat pintu. Lalu mereka mengatakan pintu sudah
dibuka tapi tolong didorong dari luar. Begitu pintu
terbuka, air mendidih ditumpahkan ke muka harimau.
Karena kepanasan, harimau pun mati.
Saat ibu Periedende dan abangnya tiba, mereka terkejut.
Mereka melihat tubuh harimau tergelak di bawah rumah.
“Pasti kedua anakku sudah
dimakan harimau ini,” pikirnya dalam
hati.
Ia mencoba memanggil nama anak-anaknya.
Mendengar suara sang ibu,kedua anak itu segera melompat
kepintu. Mereka merasa gembira karena telah bertemu
kembali dalam keadaan selamat. Kedua anak itu menceritakan
apa yang terjadi selama ditinggalkan ibu mereka.
Cerita keberanian Periedende tersiar keseluruh kerajaan.
Mendengar itu, semua orang mendesak agar Raja Tara
turun tahta dan digantikan oleh Periedende yang
berani.
Usul rakyat tak dapat dipenuhi Periedende karena
ia masih kecil. Lagipula ia perempuan.
“Tidak apa kerajaan diperintah
Raja Tara. Asalkan kehidupan rakyat jangan diabaikan,”
kata Periedende. Sejak itu, Raja Tara memerintah
dengan baik. Harta benda kakak iparnya dikembalikan
sehingga Periedende dan ibu serta adiknya hidup
bahagia. Kehidupan di seluruh kerajaan pun mulai
berangsur pulih kembali.
Demikian kecerdikan kedua anak itu dalam membunuh
harimau dianggap sebagai kemampuan yang luar biasa.
Ini perlu kita teladani. |
|
|
|
|
|