|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Joko Samodra - Jawa Timur |
|
Joko Samodra - Jawa
Timur |
|
Pada suatu malam ada perahu dagang
dari Gresik melintasi selat Bali. Ketika perahu
itu berada di tengah-tengah Selat Bali tiba-tiba
terjadi keanehan, perahu itu tidak dapat bergerak,
maju tak bisa mundur pun tak bisa.
Nahkoda memerintahkan awak kapal untuk memeriksa
sebab-sebab kemacetan itu, mungkin perahunya membentur
batu karang. Setelah diperiksa ternyata perahu itu
hanya menabrak sebuah peti berukir indah, seperti
peti milik kaum bangsawan yang digunakan untum menyimpan
barang berharga. Nakoda memerintahkan mengambil
peti itu. Diatas perahu peti itu dibuka, semua orang
terkejut karena didalamnya terdapat seorang bayi
mungil yang bertubuh montok dan rupawan. Nakoda
merasa gembira dapat menyelamatkan jiwa si bayi
mungil itu, tapi juga mengutuk yang tega membuang
bayi itu ke tengah lautan, sungguh orang yang tidak
berperi kemanusiaan.
Nakoda kemudian memerintahkan awak kapal untuk melanjutkan
pelayaran ke Pulau Bali. Tetapi tak dapat bergerak
maju. Ketika perahu diputar dan diarahkan ke Gresik
ternyata perahu itu melaju dengan pesatnya.
Di hadapan Nyai Ageng Pinatih janda kaya pemilik
kapal Nakoda berkata sambil membuka peti itu. “Peti
inilah yang menyebabkan kami kembali dalam waktu
secepat ini. Kami tak dapat meneruskan pelayaran
ke Pulau Bali,“ kata sang nakoda.
“Bayi......? Bayi siapa
ini?” gumam Nyai Ageng Pinatih sebari
mengangkat bayi itu dari dalam peti.
“Kami menemukannya di
tengah samodra Selat Bali," jawab nakoda
kapal.
Bayi itu kemudian mereka serahkan kepada Nyai Ageng
Pinatih untuk diambil sebagai anak angkat. Memang
sudah lama ia menginginkan seorang anak. Karena
bayi itu ditemukan di tengah samodra maka Nyai Ageng
Pinatih kemudian memberinya nama Joko Samodra.
Ketika berumur 11 tahun, Nyai Ageng Pinatih mengantarkan
Joko Samodra untuk berguru kepada Raden Rahmat atau
Sunan Ampel di Surabaya. Menurut beberapa sumber
mula pertama Joko Samodra setiap hari pergi ke Surabaya
dan sorenya kembali ke Gresik. Sunan Ampel kemudian
menyarankan agar anak itu mondok saja di pesantren
Ampeldenta supaya lebih konsentrasi dalam mempelajari
agama Islam.
Pada suatu malam, seperti biasa Raden Rahmat hendak
mengambil air wudhu guna melaksnakan shalat tahajjud,
mendo'akan murid-muridnya dan mendo'akan umat agar
selamat di dunia dan akhirat. Sebelum berwudhu Raden
Rahmat menyempatkan diri melihat-lihat para santri
yang tidur di asrama.
Tiba-tiba Raden Rahmat terkejut. Ada sinar terang
memancar dari salah seorang santrinya. Selama beberapa
saat beliau tertegun, sinar terang itu menyilaukan
mata, untuk mengetahui siapakah murid yang wajahnya
bersinar itu maka Sunan Ampel memberi ikatan pada
sarung murid itu.
Esok harinya, sesudah shalat subuh. Sunan Ampel
memanggil murid-muridnya itu.
“Siapa yang waktu bangun
tidur kain sarungnya ada ikatan?” tanya
Sunan Ampel.
“Saya Kanjeng Sunan......”
acung Joko Samodra.
Melihat yang mengacungkan tangan Joko Samodara,
Sunan Ampel makin yakin bahwa anak itu pastilah
bukan anak sembarangan. Kebetulan pada saat itu
NyaiAgeng Pinatih datang untuk menengok Joko Samodra.
Kesempatan itu digunakan Sunan Ampel untuk bertanya
lebih jauh tentang asal-usul Joko Samodra.
Nyai Ageng Pinatih menjawab sejujur-jujurnya. Bahwa
Joko Samodra di temukan di tengah selat Bali ketika
masih bayi. Peti yang digunakan membuang bayi itu
hingga sekarang masih tersimpan rapi di rumah Nyai
Ageng Pinatih.
Teringat pada pesan Syekh Maulana Ishak sebelum
berangkat ke negeri Pasai maka Sunan Apel kemudian
mengusulkan pada Nyai Ageng Pinatih agar nama anak
itu diganti denagan nama Raden Paku. Nyai Ageng
Pinatih menurut saja apa kata Sunan Ampel, dia percaya
penuh kepada Wali besar yang sangat dihormati masyarakat
bahkan juga masih terhitung seorang Pangeran Majapahit
itu |
|
|
|
|
|