|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Kecil Tapi Perkasa |
|
Kecil Tapi Perkasa |
|
Di pinggir kota Payakumbuh, di ujung
desa goto nan Ampek, ada sebuah goa besar. Kalau
orang berada di dalamnya serasa dalam istana raja
zaman dahulu kala. Di bagian tengah lantai terhampar
sesusun batu yang permukaannya rata, seperti meja
bersegi empat tempat para bangsawan duduk berunding
dikelilingnya.
Pada dinding, hampir dekat tutup gua, terlihat beberapa
lubang yang besarnya seukuran tubuh, seolah itu
adalah tempat persembunyian pengawal bila musuh
menyerbu. Pada bagian ujung dekat mulut gua ada
sebuah lubang besar yang tembus diantara dua bukit
batu kapur. Lubang itu seolah merupakan tempat meninjau
keadaan sekitarnya.
Gua itu terletak di puncak bukit kapur. Dekat di
pintu masuk terdapat sebuah batu seperti topi baja
tengkurap. Bila dipukul dengan batu sebesar tinju,
kedengaran suaranya. “Gung......gung....guuuuu”
bunyinya.
Seolah bunyi gong yang dipukul untuk memberi tahu
ada musuh yang datang. Orang menamakannya Batu Beragung,
yang artinya batu bergong. Gua itu dinamakaan Ngalau
si Bincik.
Si Bincik adalah seorang laki-laki bertubuh kecil.
Meski tubuhnya kecil, dia termasuk orang yang waktu
mudanya jadi berandalan. Bila ada keramaian, dia
selalu hadir. Kegemarannya berjudi. Dalam berjudi
dia sangat pintar. Dia mulai bertaruh dengan uang
yang sedikit. Kalau dia menang, semua dipasang sebagai
taruhan. Kalau menang lagi semuanya dipasang lagi.
Bila kalah dimulai lagi dengan uang yang sedikit.
Begitulah seterusnya yang dia lakukan. Si Bincik
baru berhenti kalau bandar judi tidak memperbolehkan
dia ikut lagi. Lalu uang kemenangan itu dibaginya
kepada teman-teman sesama berandalan.
Akan tetapi, kalau dia kalah dan uangnya habis,
si Bincik akan mencuri agar dapat modal untuk berjudi
lagi. Dan bila kepergok, ia akan di hajar hingga
babak belur. Namun, di kampung si Bincik sendiri
tidak pernah terjadi kerusuhan. Keadaan itu berakibat
buruk bagi penduduk kampung. Semua penduduk kampung
yang kena rampok akan memusuhi penduduk kampung
si Bincik sehingga hubungan dagang pun terhenti.
Orang kampung si Bincik,tidak dapat lagi membeli
dan menjual dikampung yang lain.
Lama-lama hal itu sangat merugikan kampung si Bincik.
Maka beramai-ramai orang kampungnya meminta agar
anak buahnya jangan lagi merampok orang kampung
lain. Si Bincik memanggil semua teman berandalannya,
“Jangan merampok lagi,”
kata si Bincik.
Kata-kata si Bincik disambut dengan gelak tertawa
oleh teman-temannya.
“Aku bilang, jangan merampok
lagi,” kata si Bincik denngan keras
mengatasi tertawa tema-temannya. Tertawa teman-temannya
menjadi terbahak-bahak.
Sekali lagi si Bincik melarang dengan membentak
keras. Semua berandalan itu kini terdiam. Namun,
salah seorang yang bertubuh besar dan berewok tiba-tiba
mengangkat si Bincik tinggi-tinggi dengan kedua
belah tangannya yang besar dan berotot. Mengayun-ayunkannya
ke kiri ke kanan dan memutar-mutarnya sambil tertawa
terkakah-kakah. Si Brewok itu sudah lama iri hati
pada si Bincik yang orang kecil itu.
Kemudian si Bincik dilemparnya ke yang lain. Yang
lain melemparkannya pula ke yang lain lagi. Begitu
seterusnya sampai tiba giliran si Brewok lagi. Namun,
dia ini tidak melemparkan si Bincik ke temannya
seperti semula. Si Bincik dia lempar ke jurang.
Si Bincik tidak tahu sudah berapa lama dia dalam
jurang itu. Ketika dia sadar, keadaan dikelilingnya
sudah gelap. Ketika hendak bangun, seluruh tubuhnya
dirasa sakit dan perih. Dia tidak berdaya. Kaki
kiri dan tiga tulang iganya patah.
“Hai, siapa pun yang ada
disini, tolong beri aku kekuatan,”
seru si Bincik. Tidak ada jawaban. Suasana kian
sepi.
Sekali lagi dia berseru, “Hai,
siapa pun yang ada disini. Kalau kau memang ada,
beri aku kekuatan. Aku berjanji, apa pun yang kau
kehendaki, akan aku penuhi.”
Dedaunan disekitarnya terdengar berdesir. Sebuah
bayangan tipis seperti manusia muncul. Bayangan
itu berkata, “Aku beri
engkau kekuatan, kekebalan, dan keberuntungan. Tapi
janji apa yang akan kau berikan kepadaku?”
“Apa saja yang kau mau,"
seru si Bincik pula.
“Putriku tertimbun oleh
reruntuhan batu di puncak bukit. Kalau engkau dapat
menemuinya hidup, aku penuhi janjiku. Kekuatan,
kekebalan, dan keberuntungan. Kalau kau temui putriku
sudah mati, aku ambil nyawamu sebagai pengganti
nyawa putriku," kata bayangan tipis
itu.
Si Bincik ingat tubuhnya yang kecil, yang tak akan
kuat membokar runtuhan batu di puncak bukit itu.
Lalu katanya, ”Kalau aku
tidak mau?”
“Engkau akan mati disergap
harimau yang banyak di sini," jawab
bayangan itu.
Otak si Bincik menimbang-nimbang, kalau aku tidak
mau, aku akan mati disergap harimau. Kalau aku mau,
tapi tidak berhasil usahaku, ku akan mati juga.
Namun, akan ada seseorang yang akan hidup lagi.
Lalu ia berkata, “Keberuntungan
apa yang akan aku dapati kalau aku berhasil?”
“Putriku akan jadi istrimu,“
jawab bayangan itu.
“Baiklah,”
kata si Bincik pula.
Bayangan itu pun lenyap,. Rasa sakit seluruh tubuh
si Bincik pun lenyap.
Tak terhitung siang dan malam si Bincik membongkar
reruntuhan batu itu. Sampai akhirnya dia menemukan
putri itu. Masih hidup dan alangkah cantiknya dia.
Tanpa disangkanya, bekas timbunan yang dibongkarnya
menjadi sebuah gua yang besar. Maka dijadikanlah
gua itu sebagai kediamannya.
Sekali waktu, si Bincik merindukan ke dua orang
tuanya. Maka pulanglah dia ke kampungnya. Namun,
kampung itu telah sepi. Tak seorang pun juga yang
di temuinya. Dicarinya keterangan dari penduduk
di kampung-kampung di sekitarnya. Didapatlah keterangan
bahwa kampungnya telah ditinggalkan penduduk karena
dihancurkan oleh penduduk kampung yang lain. Kampung
itu diserang karena di kampung itu si Koduk yang
berewok telah menjadi raja. Bersama teman-temannya
yang berandalan tak henti-hentinya merampok kampung-kampung
lain.
Bertekadlah si Bincik mencari ibu bapaknya dan si
Koduk sampai dapat. Siang dan malam ia mencari.
Yang pertama ditemukannya ialah pusara ibu bapaknya
pada suatu desa kecil. Hatinya sangat sedih dan
juga marah pada si Koduk yang telah menyebabkan
kematian kedua orang tuanya.
Didatanginya kampung-kampung yang dirampok si Koduk.
Sampai hampir setahun dia mencari, si Koduk tak
kunjung di temukan. Lalu dia ingat akan istrinya
yang sudah begitu lama ditinggalkannya.
Ketika si Bincik sampai di gua itu, di pintu gua
dia dihadang oleh berandalan si Koduk. Berkat kekuatan
dan kekebalannya, mereka semua dapat dikalahkan
si Bincik dalam waktu yang singkat. Ketika si Koduk
tahu bahwa anak buahnya yang sebanyak itu dapat
dikalahkan, demi melihat si Bincik datang, larilah
dia keujung gua. Dari sana dia mau melompat kebawah.
Namun, karena rasa takut yang luar biasa, kakinya
tergelicir. Dia jatuh jauh ke bawah bukit. Dia pun
mati.
Semua berandalan anak buah si Koduk, yang dulu adalah
temannya juga, di nasehatinya setelah mereka sadar
dari pingsan. Katanya, “Kalian
memang pemberani. Tapi berani kalian merampok rakyat
yang lemah. Cobalah keberanian itu kalian gunakan
utuk melindungi rakyat dari kejahatan.”
Entah karena hormat atau takut pada si Bincik, semua
mereka berjanji akan mengikuti si Bincik. Sejak
itu, amanlah kampung sekitarnya dari kejahatan.
Berandalan lainpun tidak berani. Merasa ngeri sendiri
mendengar berita kekuatan dan kekebalan si Bincik.
Lama kemudian, pecahlah perang Paderi melawan belanda
yang mau menguasai seluruh Minangkabau. Belanda
dengan cerdik menggunakan gerombolan perampok meneror
penduduk kampung yang tidak mau tunduk. Ada kalanya
pula membawa gerombolan itu ikut menyerbu kampung
yang kuat perlawanannya. Kampungnya sendiri diduduki
tentara Belanda.
Si Bincik dan teman-temannya tidak tahan mendengar
berita kejahatan tentara Belanda yang telah sampai
kekampung halamannya. Mereka langsung bergabung
dengan Paderi.
Namun, karena anggotanya sedikit, cara perangnya
bergerilya.Akhirnya, si Bincik menjadi musuh Belanda
nomor satu di daerah itu. Dia dicari dan diburu.
Belanda memasang mata-mata di mana-mana untuk mengetahui
si Bincik berada. Sampai pada suatu saat gua persembunyian
si Bincik dikepung dan diserbu. Namun, si Bincik
tidak ada. Sampai lama setelah perang berakhir,
tidak seorangpun yang tahu, dimana si Bincik berada.
Entah tertangkap atau terbunuh atau dapat lari keseberang
laut. Yang diketahui orang ialah sebuah gua di pinggir
kota Payukumbuh yang bernama Ngalau si Bincik. |
|
|
|
|
|