|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Kisah Dua Saudara - Sumatra |
|
Kisah Dua Saudara
- Sumatra |
|
|
|
Cerita ini berasal dari daerah di
Tapanuli Utara di daerah Dilahan, kecamatan Lintong
Ni Huta. Konon dahulu ada dua orang bersaudara,
namanya Datu Dalu dan adiknya Sangmaima. Orang tuanya
mempunyai sebuah tombak pusaka. Sesuai dengan adat,
jika orang tua meninggal maka tombak pusaka itu
jatuh ke tangan anak yang tertua - Datu Dalu.
Suatu ketika Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka
itu untuk berburu babi hutan. Datu Dalu meminjamkan
tombak itu pada adiknya dengan syarat tombak itu
harus dijaga baik-baik jangan sampai hilang.
Ketika Sangmaima sampai di kebunnya dia melihat
seekor babi hutan sedang merusak tanamannya.
“Babi hutan, sialan!
Kerjanya merusak tanaman orang!” teriaknya.
Tanpa berpikir panjang ia melemparkan tombak pusaka
dan tepat mengenai lambung babi hutan itu. Babi
hutan itu masih sempat melarikan diri dan. Sangmaima
tetap berusaha mengejar. Tetapi yang ditemukan di
semak-semak hanya tombaknya saja. Sedang mata tombaknya
masih melekat di lambung babi hutan itu.
Sangmaima segera pulang, melapor pada abangnya.
Dia sudah menduga abangnya pasti marah besar karena
mata tombaknya hilang entah kemana. “Kamu
harus mendapatkan kembali mata tombak itu. Aku tidak
mau tahu bagaimana caramu!” kata Datu
Dalu kepada adiknya. “Saya
mohon maaf, Bang. Hari ini juga saya akan mencari
mata tombak itu.” “Sudah,
jangan banyak bicara! Cepat berangkat!”
Hari itu juga Sangmaima berangkat ke hutan mencari
mata tombak itu. Dari tempat tanamannya yang dirusak,
ia melacak tapak-tapak babi hutan yang melarikan
diri tersebut. Akhirnya menemukan sebuah lubang
besar, tempat babi hutan itu menghilang. Dengan
sebuah tali yang panjang Sangmaima dapat mencapai
dasar lubang itu. Dasar lubang itu ternyata merupakan
pintu gerbang sebuah istana bawah tanah.
Di istana itulah akhirnya Sangmaima bisa menemukan
mata tombaknya, yang melekat di tubuh puteri raja
yang sedang sakit. Tahulah sekarang Sangmaima, babi
hutan yang pernah ia tombak itu ternyata jelmaan
putri raja. Setelah berhasil menyembuhkan Sang Putri,
diam-diam Sangmaima pergi untuk mengembalikan mata
tombak kepada kakaknya.
Datu Dalu sangat gembira melihat kepulangan adiknya.
Kegembiraan itu ia wujudkan dengan mengadakan pesta
adat secara besar-besaran. Sayangnya dalam pesta
itu ia tidak mengundang adiknya. Tindakan Datu Dalu
ini membuat Sangmaima tersinggung. Lalu ia bermaksud
mengadakan pesta sendiri. Dalam pesta Sangmaima
ada tontonan yang menarik. Tontonan itu berupa seorang
wanita yang dihiasi dengan berbagai macam bulu burung
sehingga bentuknya menjadi seekor burung Ernga (biasanya
berkicau sore hari).
Di rumah Datu Dalu tamu yang datang sangat sedikit.
Dia penasaran. Ketika diteliti, ternyata orang lebih
senang datang ke rumah adiknya karena disitu ada
tontonan yang menarik. Maka Datu Dalu segera ke
rumah adiknya. Ia bermaksud meminjamkan tontonan
itu untuk memikat tamu ke rumahnya. Sangmaima bersedia
meminjamkan dengan syarat kakaknya harus menjaga
jangan sampai burung Ernga itu rusak atau hilang.
Sangmaima kemudian mengantarkan Ernga ke rumah kakaknya.
Dia sendiri kemudian bersembunyi di langit-langit
rumah abangnya. Pada hari pertama di rumah Datu
Dalu cukup ramai karena adanya tontonan itu. Malamnya
diam-diam sangmaima menemui wanita yang menjadi
Ernga. “Besok pagi buta,
kamu harus meninggalkan tempat ini. Bawalah semua
emas, pakaian yang telah diberikan kepadamu”.
“Baik, Tuan”
Pada pagi hari yang kedua, Datu Dalu bermaksud memanggil
Ernga untuk bernyanyi lagi di hadapan penonton.
Berulang-ulang dipanggil, Ernga itu tidak muncul.
Datu Dalu menjadi cemas. Dia mencari kesana kemari
Ernga itu tetap tak tampak. Saat itulah datang Sangmaima
mengingatkan perjanjian dengan abangnya tentang
peminjaman burung Ernga. Datu Dalu berusaha menggantikan
beberapa jumlah kerugian adiknya.m namun, Sangmaima
tidak bersedia menerima ganti rugi itu.
Akhirnya pertikaian tak dapat dihindarkan lagi,
meningkat menjadi pertikaian yang sengit. Keduanya
sama-sama kuat. Datu Dalu kemudian mengambil sebuah
lesung. Sekuat tenaga lesung itu dia lempar hingga
jatuh di kampung Sangmaima. Ajaibnya di tempat terjatuhnya
lesung itu terjadi sebuah danau. Sampai sekarang
danau itu disebut danau Losung. Sangmaima pun tidak
mau kalah dengan adiknya. Ia mengambil piring. Dia
lemparkan piring itu kearah perkampungan abangnya.
Di tempat jatuhnya piring itu pun terjadi danau.
Sampai kini orang menyebutnya danau Si Pinggan.
Itulah awal terjadinya danau Si Losung dan Si Pinggan. |
|
|
|
|
|