|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Kisah Sandal Kulit Kerbau - Lombok |
|
Kisah Sandal Kulit
Kerbau - Lombok |
|
Di bumi Lombok, dahulu kala hiduplah
seorang Raja. Baginda Raja memiliki sepasang lelampak
(sandal) dari lendong
kao (kulit kerbau).
Sandal kanan berasal dari kulit kerbau jantan dan
sandal kiri berasal dari kulit kerbau betina.
Kedua sandal itu merupakan suami istri. Sang suami
disebut Papuq mame (nenek
laki-laki), sedang sang istri disebut Papuq
Ki ne (nenek perempuan).
Karena takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, sepasang lelampak
itu bisa bercakap-cakap, walaupun percakapan mereka
hanya bisa didengar dan dimengerti oleh mereka berdua.
Pada suatu malam, Baginda Raja melepas lelampak
itu dan meletakkannya di bawah tempat tidur. Jika
telah dilepaskan oleh Baginda Raja, sepasang lampak
itu mulai khawatir. Lebih-lebih jika sedang musim
hujan, Baginda Raja selalu menggunakan lelampak
itu kemanapun beliau pergi. Menurut beliau, lelampak
lendong kao inilah yang dipandang paling kuat dan
paling tahan terhadap air. Oleh sebab itu Baginda
selalu memakainya dan sangar menyayanginya.
Setiap malam, jika lelampak itu telah dilepas dan
diletakkan di bawah kolong tempat tidur, datanglah
seekor tikus yang mengintipnya. Maklumlah, kulit
binatang apa saja yang baru terendam air akan mengeluarkan
bau yang sangat digemari oleh tikus. Hal inilah
yang sangat dikhawatirkan oleh lelampak jantan.
“Puqen!”
demikian biasanya lelampak jantan memanggil istrinya.
“Ya…!”
sahut lelampak betina.
“Jika begini terus keadaannya
setiap malam selalu terus diintip oleh tikus yang
kelaparan itu, akhirnya kita akan menjadi mangsanya.
Bagaimana kalau kita memohon kepada Yang Maha Kuasa
agar kita dijadikan sepasang tikus?”
“Jika kemauanmu begitu
aku menurut saja” jawab istrinya
“Kalau demikian, mari
kita berdoa bersama agar Tuhan menjadikan kita sepasang
tikus. Kalau kita menjadi tikus, tikus-tikus yang
lain pasti tidak berani mengganggu kita. Dengan
demikian semua sisa-sisa makanan yang ada di dapur
istana dapat kita kuasai berdua.”
Mereka pun mulai berdoa.
“Ya Tuhan kami, jadikanlah
kami sepasang tikus…”
Atas kekuasaan Tuhan, sepasang lelampak itu berubah
menjadi dua ekor tikus yang besar. Sepasang tikus
itu sangat disegani oleh tikus-tikus yang lain.
Apabila tikus-tikus lain mencari makan, maka dikejar-kejar
oleh mereka. Begitulah kejadiannya setiap hari.
Hal itu membuat Baginda Raja yang sedang tidur dengan
permaisurinya sering terganggu karena gaduh yang
dibuat oleh tikus-tikus itu. Baginda Raja kemudian
mengutus pengawalnya untuk mencari kucing agar dapat
menangkap tikus-tikus itu.
Cukup banyak kucing yang dilepas oleh pengawal di
atas loteng. Sudah banyak pula tikus-tikus yang
dimangsa kucing-kucing itu. Sepasang tikus besar
penjelmaan lelampak itu pun mulai khawatir.
“Puqen… aku khawatir
sekali dengan ganasnya kucing-kucing yang dilepas
untuk menangkap kita. Kita pun nanti pasti dibunuhnya.
Bagaimana pendapatmu jika kita memohon kepada Tuhan
agar kita dijadikan kucing saja?” kata
tikus jantan kepada istrinya.
“Terserah… aku hanya
menurut saja” jawab istrinya.
“Jika demikian mari kita
berdoa bersama agar kita menjadi sepasang kucing.”
Kali ini pun Tuhan mengabulkan permohonan mereka.
Sepasang tikus itu kini berubah menjadi sepasang
kucing. Di atas loteng, kucing-kucing lainnya diserang.
Sementara tikus-tikus sudah tidak ada yang berkeliaran
lagi. Sudah tidak ada lagi yang mengganggu Baginda
Raja kala beliau sedang istirahat.
Sejak saat itu, sepasang kucing jelmaan itu sering
keluar masuk kamar Baginda Raja. Sepasang kucing
itu kini menjadi binatang kesayangan sang permaisuri
karena bulunya yang bagus dan ekornya yang panjang.
Namun ada suatu hal yang menggelisahkan sepasang
kucing itu. Jika Baginda Raja pergi berburu, yang
selalu dibawa serta adalah anjing berburunya. Hal
itu yang membuat sepasang kucing itu merasa iri.
Mereka beranggapan menjadi anjing pemburu itu lebih
enak.
Mereka kemudian bersepakat memohon kepada Tuhan
agar dijadikan sepasang anjing pemburu yang disegani.
Permohonan itu pun dikabulkan. Kini keduanya telah
berubah menjadi sepasang anjing pemburu yang sangat
gagah. Telah beberapa kali mereka bersama Baginda
Raja pergi berburu ke hutan Sekaroh.
Suatu ketika, mereka berhasil menangkap dua ekor
kijang besar. Setelah digigitnya, sang Raja lalu
melepaskan anak panahnya sehingga kijang itu jatuh
tergeletak ditanah. Betapa senang hati Baginda dan
berjanji akan memberi kedua anjing pemburu itu daging
menjangan.
Setelah cukup lama mereka menjadi sepasang anjing
pemburu, mereka pun mulai mengeluh. Kesempatan keluar
kandang kini jarang diperoleh. Mereka merasa dipingit,
tidak bebas seperti anjing-anjing yang lain. Anjing
jantan itu mengeluh pada istrinya.
“Istriku… makan
dan minum kita memang terjamin, tetapi kebebasan
kita seakan tergadai. Lagi pula kalau kita punya
kesempatan keluar, anjing-anjing yang lain seperti
iri dan memusuhi kita. Kalau berjumpa dengan manusia,
ada saja yang memukul, melempar dan sebagainya.
Bahkan, yang tidak senang kepada anjing kadang-kadang
ingin membunuh kita…” kata anjing
jantan itu.
“Puqen… bagaimana
kalau kita memohon untuk dijadikan Raja saja?"
sambung anjing jantan. “Bukankah
Baginda Raja sudah tua dan sudah terlalu lama memerintah?
Oleh karena itu, sebaiknya kita memohon kepada Tuhan
agar kita menjadi manusia. Setelah itu kita dirikan
Kerajan baru di tempat lain yang lebih besar dan
megah dari Kerajaan ini.”
Seperti biasa istrinya selalu menurut saja atas
rencana-rencana suaminya. Akhirnya, mereka berdoa
kepada Tuhan agar dijadikan sepasang manusia. Permohonannya
dikabulkan, merekapun berubah menjadi sepasang manusia
suami istri.
Kemudian, di suatu tempat mereka mulai berusaha
mencapai cita-citanya, yakni ingin menjadi raja
besar yang menguasai seluruk Bumi Lombok. Mereka
membangun sebuah istana yang mengah. Banyak orang
yang menjadi pengikutnya. Keberadaan kerajaan baru
itu sampai juga ke telinga Baginda Raja lama, dan
terdengar desas-desus bahwa kerajaan baru itu akan
menyerangnya.
Berita yang merisaukan Baginda Raja lama memang
benar-benar terbukti setelah beliau memerintahkan
para pengawalnya untuk menyelidiki kerajaan baru
yang diperintah oleh seorang Raja yang bergelar
Papuq Mame yang sedang menyiapkan penyerangan.
Baginda Raja kemudian memerintahkan untuk menyerang
lebih dulu sebelum diserang oleh bala tentara, Papuq
Mame. Akibat serangannya yang mendadak itu, Kerajaan
Papuq Mame menjadi kacau balau, pasukannya kocar
kacir, terburai melarikan diri. Untunglah Papuq
Mame tidak sampai terbunuh. Ia dan istrinya bersembunyi
di hutan menyelamatkan diri.
Papuq Mame menjadi sakit hati karena kekalahannya
itu. Istrinya menyarankan sebaiknya mereka menyamar
sebagai orang biasa dan mengabdi kepada kerajaan
yang lama. Namun sang suami tak menyetujui usul
itu, dan ia mendesak istrinya agar menyetujui usulnya
memohon kepada Tuhan agar mereka bisa dijadikan
Tuhan.
Dengan terpaksa sang istri menyetujui kekerasan
hati suaminya. Keduanya kemudian menengadahkan tangan,
memohon kepada Tuhan.
“Ya, Tuhan… jadikanlah
kami sepasang Tuhan…!” namun
begitu kalimatnya selesai, seketika Papuq Mame dan
istrinya berubah kembali ke asalnya yaitu sepasang
sandal (Lelampak Lendong Kao).
Permintaan mereka menjadi Tuhan memang sangat keterlaluan
sekali. Akibatnya mereka jadi rugi sendiri. Demikianlah
dongeng yang memberikan pelajaran kepada kita bahwa
orang yang tamak (serakah)
akan mendapatkan kerugian akibat keserakahannya.
Keberhasilan sebaiknya diperoleh dengan kerja keras
bukan hanya berkhayal. |
|
|
|
|
|