Pak congkak adalah seorang pedagang
yang tinggal di desa Hulu Sungai. Ia tidak dikaruniai
anak dan telah ditinggal mati istrinya. Ia menyombongkan
kekayaannya. Karena itu ia dibenci oleh sesama
orang yang tinggal di desa kampung itu. Bahkan
binatang disekitarnya juga memusuhinya. Menurut
cerita pada zaman dahulu masih bisa berbicara.
Mereka bercakap-cakap seperti manusia.
Pada setiap pertemuan mereka sering membicarakan
kejahatan Pak Congkak.
Suatu hari puyuh sedang beristirahat karena letih.
Dia bercakap-cakap dengan kayu kopi. 'Aku
pernah dilempari batu oleh Pak Congkak ketika
sedang mencari cacing dibelakang rumahnya. Alasannya,
cacing-cacing itu sedang disuruh menggemburkan
tanahnya,” kata puyuh mengiba.
“Astaga! Aku juga mempunyai
pengalaman yang sama denganmu. Perhatikan badanku
ini bengkak-bengkak. Dan kulitku lecet-lecet ini
akibat tali kambing Pak Kikir itu diikatkan di
tubuhku”, kata kayu kopi kepada si
puyuh.
Akhirnya mereka semakin tidak bisa menerima perlakuan
Pak Congkak.
“Sebaiknya kita membuat
perhitungan dengannya! Kita cari teman untuk bekerja
sama membinasahkan Pak Congkak”,
kata puyuh.
Mereka segera mencari sahabat yang ada disekitar
kawasan hutan itu.
Tidak berapa lama mereka menemukan kancil yang
terkenal cerdik itu. Mereka hendak membuat siasat
yang bagus sekali untuk melenyapkan Pak Congkak.
Tapi kancil merasa tidak mampu membunuh sendiri.
Ia hanya bisa menipu. Melihat ada tanggapan dari
kancil, si puyuh semakin bersemangat sambil berkata,
”Nah kalau begitu kia
cari satu teman lagi untuk membantu ! Bagaimana?"
Mereka berjalan bersama-sama. Akhirnya menemukan
napal (seonggok tanah liat
yang licin, biasanya terdapat di lereng-lereng
bukit se kitar hutan lindung).
Langsung mereka mempersiapkan siasat yang jitu
untuk melenyapkan Pak Congkak agar tidak sombong
lagi.
Pada malam harinya Pak Congkak sedang tidur pulas.
Sebagai pedagang ia selalu berdagang ke luar desa.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana lelahnya setelah
pulang perjalanan dalam berdagang. Ia tertidur
memimpikan kekayaannya yang sedikit demi sedikit
pada suatu hari nanti di masa nanti bisa ia nikmati
sendiri.
Sama sekali Pak Congkak tidak menyadari bahwa
nanti akan terjadi bahaya apa yang bakal menimpa
dirinya. Malam itu juga empat sekawan telah beraksi
melaksanakan perhitungan kepadanya.
Mereka ada yang menyelinap masuk, ada juga yang
tetap tinggal di luar rumah. Mereka mengerjakan
sesuai rencana yang matang. Tugas kayu kopi mulai
mengetuk pintu.
“Ada maling”,
katanya dalam hati.
Pak Congkaknsegera bangun dari tidurnya.
Ia khawatir kalau ada yang membawa dagangannya
atau merusak rumahnya. Perlahan ia menuju pintu.
Tapi setelah di pintu depan ia melihat tidak ada
apa-apa, ia hendak segera turun dari tangga menuju
dapur mau mencari korek api.
Ketika kakinya menginjak tangga terdapat seonggok
napal licin membuatnya tergelincir jatuh ke tanah.
Hal ini menimbulkan suara ribut, mengejutkan kancil
yang tadi telah menunggu giliran untuk melaksanakan
tugasnya. Mana mungkin Pak Congkak mengira kalau
ada seonggok tanah liat di tangga!
Tapi kalau ada tanah liat itu berarti ada orang
yang berniat jahat kepadanya.
Pasti ada maling pikirnya. Namun sakit yang dirasakannya
tidak kepalang tanggung sekalipun tangga itu tidak
begitu tinggi. Karena disekitar tangga itu ada
batu-batuan yang menghantam dadanya.
“Aduh.....”,
Pak Congkak berteriak keras sekali.
Keadaan itu mengejutkan kancil yang dari tadi
menunggu giliran untuk melampiaskan dendam kepada
Pak Congkak.
Dalam keadaan gelap gulita itu mata kancil tetap
bisa menembus dengan jelas. Segera ia menerjang
mata kanam Pak Congkak.
Pak Congkak menjerit keras -keras.
Ia merinih kesakitan. Tetapi ia tidak putus asa
untuk tetap berusaha merangkak-rangkak mendekati
dapur.
Di dapur yang tidak jauh dari tempat itu telah
menuggu si burung puyuh di atas tumgku perapian.
Pak Congkak yang merayap menahan sakit tidak tahu
kalau ada puyuh menunggu di depannya. Rasa sakit
yang di matanya terasa semakin perih.
Ketika tangannya hendak menggapai korek api yang
ada di dapur, sialnya, puyuh mengepak-gepakkan
sayapnya sehingga abu dapur berterbangan memenuhi
ruangan.
Mata kiri Pak Congkak yang kemasukan debu. Pak
Congkak tidak bisa membuka mata lagi.
Ia hanya bisa berlari kesana kemari sambil berteriak
mengaduh kesakitan.
Dalam gelap gulita begitu apa -apa yang ada didepannya
menjadi berantakan. Ia menendang apa-apa yang
didepannya karena tidak bisa melihat tangga yang
akan ditujunya.
Dia ingin lekas menuju tangga dan menuju tempat
tidur agar bisa segera aman dari mereka. Tetapi
mata yang tidak bisa melihat itu benar-benar mengganggu
sehingga dia hanya berputar-putar di halaman rumahnya
saja. Pak Congkak semakin kebingungan. Tangannya
tetap memegangi matanya yang semakin pedih dan
berair sambil menahan sakitnya. Dan dia masih
bisa merayapi tangga.
Pak Congkak berusaha terus menaiki tangga sekalipun
badannya sudah terasa remuk karena jatuh tergelincir
dari tangga tadi.
Satu anak tangga telah Pak Congkak raih ia merasa
agak sedikit lega. Ia menahan nafas yang terengah-engah
sehabis berlarian tadi.
Dua anak tangga sudah dia lewati. Ketika kakinya
hendak menaiki tangga yang ketiga, tiba-tiba sebuah
pukulan keras dan berat bersarang dikuduknya.
Pak Congkak tidak tahu kalua sejak tadi ada kayu
kopi yang telah dengan sabar menunggu dirinya
sekembali dari mengambil korek api.
Akibatnya, seluruh perasaannya hilang an ia rebah
ke tanah. Ketika ia rebah ketanah sudah tidak
bernyawa lagi.
Kayu kopi memanggi teman-temannya untuk di ajak
berunding mengenai jalan penyelesaian sepeninggalan
Pak Congkak.
Tentu perlu pemikiran yang panjang karena Pak
Congkak tidak memiliki keturunan atau ahli waris
harta peninggalannya.
Mereka terus merunding mencari mufakat dan penyelesaian
yang terbaik sampai menunggu padi tiba. Keesokan
harinya mereka menemui warga kampung desa Hulu
Sungai. Mereka menundang masyarakat dan sepakat
akan berkumpul di rumah Pak Congkak untuk berunding.
Satu persatu warga kampung desa Hulu Sungai mulai
berdatangan. Mereka juga ingin melihat kejadian
yang sangat mengerikan itu. Mereka ingin menjadikannya
sebagai pelajaran hidup yang baik untuk anak cucunya.
Setelah mereka berkumpul maka hasil mufakatnya
adalah menguburkan Pak Congkak sebagaimana mestinya,.
Mengenai harta peninggalan Pak Congkak yang ada,
nanti akan dibagikan kepada mereka yang telah
berjasa kepada kampung, antara lain untuk membantu
para warga yang tidak mampu dalam kehidupan sehari-hari.
Kampung Hulu Sungai pun menjadi damai sejahtera.
|