|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Raja Yang Serakah - Sumatra |
|
Raja Yang Serakah
- Sumatra |
|
Dahulu kala ada sebuah kerajaan
yang disebut kerajaan Tiangkerarasen. Negeri itu
aman dan tenteram karena Sang Raja memerintah dengan
bijaksana. Beliau mempunyai beberapa orang putera
dan puteri dari seorang permaisuri yang cantik jelita.
Namun ketentraman dan kebahagiaan keluarga itu tak
berlangsung lama. Pada suatu hari, raja berjalan-jalan
dengan menunggang kuda kesayangannya. Di tengah
perjalanan ia bertemu dengan seorang gadis yang
cantik jelita. Setelah berkenalan, raja mengajak
gadis itu pulang ke istana. Gadis itu selain cantik
ternyata mempunyai perangai yang lembut dan tutur
kata yang halus. Raja jatuh cinta dan menikahi gadis
tersebut. Tindakan raja itu ditentang oleh permaisuri
dan putera-puterinya. Namun raja terlalu mencintai
gadis itu.
Setelah beberapa bulan berlalu, gadis yang telah
menjadi istri muda raja itupun hamil. Permaisuri
dan putera-puterinya makin marah. Mereka betul-betul
menunjukkan sikap benci kepada raja. Putera-puterinya
pun sudah berani melawan. Keadaan ini sangat menekan
Sang Raja. Lalu terpikir oleh Sang Raja untuk menyingkirkan
istri mudanya.
Pada suatu hari Raja mengajak istri mudanya berjalan-jalan
di hutan,. keduanya menyusuri sebuah sungai yang
besar dengan sebuah perahu. Ketika sang istri sedang
asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba sang raja
mendorongnya ke sungai. Istrinya sangat terkejut,
lalu berteriak-teriak minta tolong. Sebenarnya hati
Sang Raja sangat iba, tetapi apa boleh buat ia ingin
mengakhiri hubungannya yang tegang dengan permaisuri
dan putri -putrinya.
Sementara itu di hilir sungai seorang pengail melihat
perempuan hanyut. Ia segera menyelamatkan perempuan
itu yang tak lain adalah istri muda raja Tiangkerarasen.
Bulan berganti bulan tahun berganti tahun. Putra
raja yang lahir dari istri muda telah berangkat
remaja. Ibunya memberi nama Aji Bonar. Pemuda itu
mempunyai kegemaran bermain gasing dan mengail.
Suatu hari ia ingin pergi ke negeri Tiangkerarasen.
Sebab, ia mendengar kabar bahwa putra raja Tiangkerarasen
suka bermain gasing dengan taruhan. Suatu hari ia
bisa bermain gasing dengan putra raja. Gasing Aji
Bonar menang, lalu ia membawa ayam jago taruhan
ke rumah. Kemenangan gasing Aji Bonar itu membuat
putra raja makin penasaran. Lalu ia bertaruh yang
lebih besar lagi.
Begitulah taruhan itu terjadi berulang-ulang. Dari
taruhan yang kecil sampai taruhan sebuah rumah yang
besar lengkap dengan isinya. Pertandingan inipun
dimenangkan Aji Bonar. Kekalahan putra raja yang
terus-menerus ini tidak membuatnya jera. Justru
ia makin penasaran dan bertekad harus dapat mengalahkan
gasing Aji Bonar.
Suatu hari putra raja mengumpulkan seluruh rakyat
negeri Tiangkerarasen di gelanggang permainan gasing.
Tidak lupa ia mengundang Sang Raja, ayahnya. Setelah
semua berkumpul, putra raja berseru:
“Hai rakyatku, hari ini
aku mempertaruhkan negeri ini beserta isinya kepada
Si Aji Bonar. Jika ia kalah, ia akan mengembalikan
seluruh kemenangan yang diperoleh dariku. Jika aku
yang kalah maka negeri ini akan kuberikan kepadanya.
Ia akan memerintah seluruh negeri ini. Apakah kalian
setuju?”
“Setujuuuuuu!”,
jawab yang hadir serentak.
Tak lama kemudian pertandingan dimulai. Seluruh
hadirin bersorak-sorak menjagoi pilihan masing-masing.
Gasing Aji Bonar berputar-putar cepat sekali dan
dengan cepat mematikan gasing putera raja. Sorak
sorai gemuruh menyambut kemenangan gasing Aji Bonar.
Hari itu juga Aji Bonar menjadi raja negeri itu.
Beberapa hari kemudian ia menjemput ibunya dengan
pasukan kerajaan. Seluruh rakyat menyaksikan iring-iringan
itu. Juga putra raja yang kalah bertaruh. Di sampingnya
berdiri Sang Raja. Sang Raja merasa sangat malu,
sebab putra yang disayanginya telah menggadaikannya.
Sedang putra yang dibuang telah menjadi rajanya.
Kedua orang itu menyaksikan raja Aji Bonar dengan
rasa malu yang tak terhingga.
Raja Tiangkerarasen sudah mempunyai seorang permaisuri
yang cantik namun masih tergoda oleh kecantikan
wanita lain. Hal ini menimbulkan ketegangan dengan
permaisuri dan putera-puterinya. Sifat raja ini
ditiru oleh putera-puterinya yang suka mementingkan
diri sendiri. Mereka suka berjudi sehingga di masa
tuanya sang Raja terpaksa kehilangan kerajaan karena
dipertaruhkan oleh putranya. |
|
|
|
|
|