|
|
Home
> Education
> FolksTale
> Raksasa Penculik - Sulawesi Utara |
|
Raksasa Penculik -
Sulawesi Utara |
|
Dahulu kala ditengah-tengah hutan,
tinggallah sepasang suami istri. Mereka adalah Abo
Mamongkuroit dan istrinya Putri Monondeaga. Mereka
hidup berbahagia karena saling mencintai dan menyayangi.
Suatu ketika Abo memutuskan untuk merantau, mencari
nafkah agar kehidupannya menjadi lebih baik. Abo
meminta izin kepada istrinya dan ternyata istrinya
merelakan Abo untuk merantau. “Tetapi
Kanda, jangan terlalu lama. Aku takut hidup sendiri.”
pinta Monondeaga. “Jangan
khawatir dinda, setelah cukup harta yang kuperoleh
aku akan segera kembali.”
Abo pun bersiap untuk merantau dan istrinya membekali
Abo dengan ketupat dan telur rebus. Walaupun dengan
hati terlalu berat terpaksa Abo harus meninggalkan
istrinya yang cantik itu.
Suatu ketika, belum beberapa lama setelah keberangkatan
Abo, datanglah Tulap Raksasa rakus pemakan manusia
yang tinggal disekitar hutan itu. Monondeaga pun
ketakutan melihat Tulap, tetapi Tulap tenang saja
dan berkata, “Jangan takut,
Monondeaga! Aku tak akan memakan engkau.”
Monondeaga pun bingung dan berpikir bagaimana caranya
menghindari diri dari si Tulap. Tulap berkata dengan
suara menggelegar, “Hai
Deaga, kau akan senang sekali apabila berada dirumahku,”
demikian ia membujuk.
Namun Deaga mendapatkan akal untuk menahan niat
Tulap yang jahat itu, “Hari
ini jangan dulu kau bawa sebab aku akan mencuci
rambut. Sebaiknya besok saja kau jemput aku di sini.”
Tanpa berpikir lama si Tulap langsung pergi dengan
penuh harapan besok dia pasti mendapatkan Deaga.
Sementara itu, Deaga terus memikirkan alasan apa
lagi yang akan disampaikannya besok kepada si Tulap.
Kalau saja suamiku ada, tentu hal ini tidak akan
terjadi, keluh Deaga dalam hati. Semalaman Deaga
tidak bisa tidur, ia hanya memikirkan apa yang akan
terjadi pada dirinya. Akankah Tulap akan memakannya?
Esok harinya ketika hari sudah petang muncullah
si Tulap di rumah Deaga. Dengan senyum mengerikan
Tulap menghampiri Deaga. Deaga tak kehabisan akal,
dia berkata “Hai, Tulap
bagaimana kalau kau jemput aku besok saja sebab
aku belum mandi.” Tulap semula tidak
mau mendengarkan alasan itu, namun Deaga terus membujuknya,
akhirnya Tulap mau menerimanya dan segera pulang
ke rumahnya untuk kembali lagi keesokkan harinya.
Alasan demi alasan disampaikan Deaga kepada Tulap
untuk mengulur-ulur waktu sampai suaminya tiba kembali
di rumah. Namun, dari hari ke hari suaminya belum
juga datang dari perantauan. Keesokkan harinya ketika
Deaga sedang duduk merenung memikirkan nasibnya
tiba-tiba datanglah Tulap. Alangkah terkejutnya
Deaga melihat Tulap karena tidak ada lagi alasan
yang dapat diberikan kepadanya. Ia sangat ketakutan,
sementara Tulap sudah tidak sabar lagi. Tulip membentak,
“Sekarang apa lagi alasanmu?
Mari ikut aku!” Deaga gemetaran,”Tamatlah
sudah riwayatku ini. Aku akan mati ditelan Raksasa
rakus ini,” ia berkata dalam hatinya.
Sementara Deaga merenungi nasibnya, dia dikagetkan
lagi oleh suara Tulap yang menggelegar, “Tunggu
sebentara, Tulap. Aku mau menyisir rambutku dahulu
dan mengganti bajuku ini,” bujuk Deaga
untuk menenangkan si Tulap. Setelah selesai mendandani
dirinya, Deaga keluar dari rumahnya. Tanpa menunggu
lama, Tulap langsung membopong Deaga ke rumahnya
di tengah hutan. Setibanya di rumah Tulap, Deaga
dimasukkan ke dalam kandang besi yang berada di
kolong rumahnya.
Selama dikurung di rumah Tulap, Deaga semakin lama
semakin kurus dan kecantikannya semakin hari semakin
pudar. Setiap hari ia hanya memikirkan nasibnya.
Ia juga memikirkan suaminya yang kelak setelah pulang
dari rantau tidak akan menemuinya di rumah. Suaminya
pasti akan sedih sekali dan ia akan berusaha mencarinya.
Lalu, kalau ia menemui dirinya berada di rumah Tulap,
ia pasti akan marah dan akan terjadi sesuatu yang
mengerikan.
Kira-kira dua minggu di perantauan Abo pun kembali
ke rumah. Dengan membawa oleh-oleh dan uang untuk
istrinya yang dikasihinya, Abo tiba di rumah. Ia
memanggil-manggil istrinya, tetapi tidak ada jawaban.
Betapa sedih hatinya ketika mengetahui rumahnya
kosong. Kemana gerangan istrinya? Muncullah bermacam-macam
pikiran. Mungkinkah istrinya dimakan binatang buas,
atau hanyut terbawa arus di sungai. Ia berusaha
mencari jejak-jejak istrinya di sekitar rumah dan
sungai yang berada tidak jauh dari rumahnya. Tidak
ada sedikit pun tanda-tanda bahwa istrinya hanyut
terbawa arus atau dimakan binatang buas. Akhirnya
Abo memutuskan untuk mencarinya sampai dapat. Esok
harinya ia menyiapkan bekal perjalanan dan bersiap-siap
melakukan perjalanan.
Berangkatlah Abo mencari istrinya, berjalan tanpa
mengenal lelah menelusuri hutan belantara. Siapa
saja yang ditemukannya ditanyakan tentang istrinya,
namun jawaban yang diterimanya selalu tidak menyenangkan,
yaitu bahwa mereka tidak mengetahuinya. Kemudian,
Abo melanjutkan lagi perjalannannya, dan tibalah
Abo di rumah Tulap yang cukup besar. Kedatangannya
disambut dengan gembira oleh Tulap, seolah-olah
dia tidak mengetahui akan nasib istri Abo.
Tulap menegur Abo untuk jangan cepat pulang dan
mengajaknya untuk minum kopi dulu. Sesudahnya Abo
diajak mengadakan pertarungan adu betis. Ajakan
ini disambut dengan gembira oleh Abo dan keduanya
segera turun dari rumah menuju halaman.
Petandingan adu betis dimulai. Tulap memulai pertandingan
dengan serangan. Serangan demi serangan dapat ditahan
oleh Abo. Anehnya, bukan Abo yang terpelanting karena
diserang, malah Tulap yang terpelanting jauh. “Hai,
Tulap,” seru Abo. “Menyerahlah
kau karena ternyata aku lebih kuat dari dirimu.
Kekuatanku melebihi kekuatanmu, kau tak berdaya,
terbukti kau tak dapat merobohkan aku.”
Kali ini Tulap berpikir untuk menahan serangan.
Abo memulai serangannya terhadap Tulap, namun kasihan
Tulap si raksasa hutan itu. Ia terpelanting jauh
keatas pohon dan menggelepar-gelepar seperti ayam
dipotong lehernya. Akhirnya ia mati. Keadaan ini
disaksikan pula oleh istri Tulap. Melihat hal ini
istri Tulap langsung mengambil pisau yang sudah
diasah untuk menyerang Abo. Tetapi, apa yang terjadi
istri Tulap juga mendapat pukulan yang dahsyat dari
Abo dan terlempar jauh, maka matilah suami istri
itu.
Selanjutnya Abo melihat bahwa di kolong rumah Tulap
terdapat banyak manusia yang akan dijadikan makanan
sehari-hari. Nampak pula istrinya yang tercinta
berada didalamnya. Segera dibukakannya kurungan
yang penuh dengan manusia itu dan disuruhnya mereka
semua pulang untuk menjalankan kehidupan seperti
biasanya, berkebun diladang mereka. Dipeluknya istrinya
dan diajaknya pulang. Setelah itu mereka hidup bahagia,
tidak ada yang berani mengganggu lagi.
Seseorang hendaknya jangan meninggalkan istrinya
yang lemah ditempat sepi dalam tempo yang terlalu
lama. Karena orang tak tahu bahaya apa yang akan
menimpa sang istri. |
|
|
|
|
|