|
|
Home
> Education
> Story
> Irama Genderang |
|
Irama Genderang |
|
Pada tahun 684 S.M., negara Qi mengumumkan
perang terhadap negara Lu. Peperangan terjadi di
Changshao yang sekarang ini berlokasi dekat Laiwu,
Propinsi Shandong.
Seorang pria bernama Cao Gui mengadakan pertemuan
dengan Bangsawan Zhuang, penguasa negara Lu. Seorang
temannya berkata,” Sang
bangsawan mempunyai penasihat yang sedang membuat
rencana perang; kenapa kamu mau terlibat?”
“Orang-orang itu berpikiran
pendek,” jawab Cao Gui. “Mereka
tidak sesuai untuk pekerjaan ini.”Ketika
dia bertemu dengan sang bangsawan, Cao bertanya,
“Yang Mulia, dengan apa
anda akan mengalahkan musuh?”
“Saya mempunyai pengikut
yang setia. Mereka mendukung saya karena saya berbagi
semua yang saya miliki dengan mereka dan saya tidak
menyimpannya untuk diri saya sendiri.”
“Tetapi mereka hanyalah
minoritas. Rakyat kebanyakan mungkin tidak selalu
setia pada anda.” “Ketika
saya berdoa kepada Tuhan, saya lebih mengandalkan
ketulusan saya daripada korban yang diberikan.”
“Ketulusan yang demikian
mungkin tidak menggerakkan Tuhan. Tidak ada jaminan
bahwa Dia akan memberkati anda.”
“Meskipun saya tidak dapat
mempelajari semua perkara hukum, saya sudah berusaha
dengan sebaik-baiknya untuk bersikap adil dan masuk
akal.” “Bagus!
Ini adalah kualitas yang akan memenangkan kesetiaan
rakyat,” jawab Cao Gui. “Anda
dapat melawan musuh sekarang. Mohon jadikan saya
penasihat anda.”
Raja memintanya untuk bersama dengannya naik kereta
perang.
Ketika kedua pasukan berbaris di Changshao, Bangsawan
Zhuang hampir memberi perintah untuk menabuh genderang
untuk menandai serangan. “Tunggu
sebentar,” Cao Gui menghentikannya.
Ketika tentara Qi menabuh genderangnya, Bangsawan
Zhuang sudah siap untuk menjawab, tetapi sekali
lagi dia dihentikan oleh Cao. Pasukan dari negara
Lu diberi perintah untuk menunggu.
Setelah musuh menabuh genderang ketiga kalinya,
Cao Gui berkata, “Sekarang bunyikan genderang!”
Dalam peperangan ini, pasukan Qi terkalahkan dan
mulai mundur.
Bangsawan Zhuang hampir memerintahkan pasukannya
untuk mengejar musuh. “Tunggu
sebentar,” kata Cao. Dia turun dari
kereta perangnya, jalan berkeliling untuk mengamati
jejak roda dan kuda musuh yang melarikan diri. Kemudian
dia berdiri di atas kereta perangnya, melihat musuh
mundur. “Baiklah.
Kejarlah mereka,” katanya.
Pasukan negara Lu mengejar musuh sampai sepuluh
mil jauhnya dan memenangi pertempuran ini.
Ketika perang sudah selesai, sang bangsawan memanggil
Cao Gui untuk menjelaskan taktiknya.
Hasil dari peperangan tergantung dari energi dan
keberanian pasukan. Ketika mendengar genderang ditabuh
untuk yang pertama kalinya, semangat perang tergerak.
Musuh bersemangat tinggi, tetapi kita tetap diam
dan tidak menanggapi mereka. Setelah mendengar genderang
ditabuh untuk kedua kalinya, moral dari musuh masih
tinggi tetapi tidak setinggi yang pertama. Sekali
lagi, kita juga tidak menanggapi. Ketika genderang
ditabuh untuk yang ketiga kalinya, semangat mereka
sudah hampir lenyap. Tetapi emosi yang terkumpul
membuat pasukan kita lebih kuat. Itulah sebabnya
kenapa kita berhasil mengalahkan mereka. Sekarang
pasukan Qi ketakutan. Kita harus waspada akan kemungkinan
adanya jebakan meskipun mereka sedang terpukul mundur.
Maka saya turun dari kereta saya untuk mengamati
jejak roda dan kuda. Ketika saya melihat pola kacau
balau yang ditinggalkannya dan bendera yang dibuang
ke segala penjuru, saya merasa yakin tidak ada trik
dalam mundurnya mereka. Maka saya memerintahkan
untuk mengejar mereka. |
|
Next
|
|
|
Komentar:
Ini adalah salah satu pertempuran yang termasyhur
dalam sejarah China. Cerita ini juga merupakan cerita
klasik China pertama yang saya baca ketika saya
masih berusia sepuluh tahun.
Dalam mengerjakan banyak hal, ada semacam mukjizat
ketika melakukan upaya pertama. Segala sesuatu yang
dilakukan sesudahnya cenderung telah kehilangan
kesan mistis yang muncul sebelumnya. |
|
VEGETABLE ROOTS
Mereka yang belajar untuk menghargai kesehatan setelah
sakit dan belajar untuk menghargai kedamaian setelah
perang tidaklah bijaksana. Mereka yang dapat melihat
ke depan dan mengantisipasinya itulah yang benar-benar
bijaksana. |
|
Taken From
Michael C. Tang Book “Kisah-Kisah
Kebijaksanaan China Klasik - Refleksi Bagi Para
Pemimpin” |
|
|
|
|
|