|
|
Home
> Education
> Story
> Kapel Bayi |
|
Kapel Bayi |
|
Cerita berikut ini terjadi pada
zaman dinasti Ming. Kuil Lotus, sebuah biara, terletak
di Nanning, suatu kota di bagian selatan China.
Kuil itu mempunyai luas beberapa ribu meter persegi
dan sejumlah besar bangunan. Ada kira-kira ratusan
biksu tinggal di kuil itu. Pengunjung biasanya diajak
berkeliling dan dilayani dengan sebaik-baiknya.
Yang membuat biara itu terkenal dan sejahtera adalah
Kapel Bayinya. Seorang wanita yang menginginkan
anak dapat menjadi hamil kalau dia berdoa semalaman
di sana. Syaratnya adalah wanita yang datang ke
sana untuk berdoa haruslah seseorang yang masih
muda dan sehat. Mereka harus berpuasa dulu selama
tujuh hari di rumah sebelum datang ke kuil. Di dalam
kuil, setiap wanita harus berkonsultasi dulu dengan
tongkat suci. Jika tongkat suci menyatakan ramalan
yang bagus, wanita itu boleh menginap semalam di
sebuah kamar di Kapel Bayi untuk berdoa sendirian.
Jika tongkat suci memberikan jawaban yang tidak
bagus, para biksu akan meminta wanita itu untuk
berdoa dengan sungguh-sungguh dan kemudian kembali
ke rumah dan mulai berpuasa selama tujuh hari lagi.
Kamar-kamar di Kapel Bayi tidak berjendela. Ketika
seorang wanita masuk ke kamar tersebut semalaman,
para biksu menyarankan agar seorang dari anggota
keluarganya tetap tinggal untuk menemaninya di luar
pintu. Kebanyakan wanita-wanita tersebut menjadi
hamil setelah berdoa dan melahirkan bayi yang sehat.
Banyak keluarga di daerah tersebut mengirim wanita
ke sana untuk bersembahyang di Kapel Bayi. Wanita
dari tempat lain juga tertarik untuk datang ke kuil
itu.
Setiap hari ada sekumpulan orang pergi bersembahyang
di biara itu. Mereka membawa berbagai macam sesajian.
Ketika para wanita ditanya bagaimana Buddha mengabulkan
doa mereka, beberapa dari mereka menjawab bahwa
Buddha memberitahu mereka di dalam mimpi bahwa mereka
akan segera hamil, beberapa lainnya malu-malu dan
menolak untuk mengatakan apapun. Beberapa dari para
wanita itu tidak pernah datang untuk kedua kalinya;
beberapa dari mereka pergi ke biara itu secara rutin.
Kabar ini terdengar oleh gubernur baru di distrik
itu, Wang Dan.
Gubernur baru itu merasa curiga. “Kenapa para
wanita harus menginap semalaman di kuil?”
Dia pergi ke sana sendiri untuk melihatnya. Dekorasi
biara yang cerah, dikelilingi oleh pohon cemara
yang tinggi, terlihat menakjubkan. Tempat itu cukup
ramai. Banyak yang datang dan pergi.
Ketika salah seorang biarawan melihat gubernur,
dia membunyikan tambur dan bel untuk memberitahu
semua biarawan. Diketuai oleh seorang kepala biara,
sebuah parade dengan cepat terbentuk untuk menyambut
gubernur. Seperti orang kebanyakan, Gubernur Wang
membakar dupa dan bersembahyang di hadapan patung
Buddha.
“Saya mendengar reputasi dari Kuil Suci ini,”
kata gubernur kepada kepala biara. “Saya bermaksud
merekomendasikan anda kepada Raja untuk menjadikan
anda sebagai pimpinan atas semua kuil dan biarawan
di distrik ini.”
Kepala biara merasa sangat senang.
“Saya mendengar Kapel Bayi anda bisa menghasilkan
keajaiban-keajaiban. Bagaimana cara kerjanya?”
Kepala biara menjawab bahwa para wanita diwajibkan
untuk puasa selama tujuh hari dan jika mereka benar-benar
tulus, doa mereka akan menjadi kenyataan pada saat
mereka bermalam di Kapel Bayi.
Gubernur Wang menanyakan apakah Kapel Bayi dijaga
pada malam harinya. Para biarawan menerangkan bahwa
tidak ada jalan masuk selain pintu menuju ruang
doa. Anggota keluarga dari para wanita biasanya
diminta untuk tinggal semalaman di luar ruangan.
“Jikalau demikian,” kata gubernur, “saya
ingin mengirim istri saya kemari.” “Jika
Tuanku menginginkan seorang anak,” kata kepala
biara, ”Istri Tuanku tidak harus datang kemari.
Dia dapat bersembahyang di rumah. Saya yakin doanya
akan dikabulkan.”
“Tetapi kenapa wanita yang lain harus datang
kemari?” “Ketika seseorang yang hebat
seperti gubernur datang kemari untuk berdoa, saya
yakin Buddha akan menghargai dan memperhatikan doanya
secara khusus.”
“Terima kasih,” kata gubernur. “Saya
ingin berkeliling untuk melihat kuil ajaib itu.”
Ruang aula penuh dengan pengunjung yang berdoa di
depan patung Bodhisattva Kuanyin, Dewi Kebajikan,
dengan seorang bayi di tangannya dan empat bayi
di sekeliling kakinya. Lilin yang tak terhitung
banyaknya menyala dan ruangan dipenuhi oleh asap
dupa.
Gubernur Wang membungkuk kepada Dewi Kebajikan.
Kemudian dia mengunjungi ruang doa. Semua ruangan
berkarpet. Ranjang, meja dan kursi sangatlah bersih.
Satu-satunya pintu masuk ke ruang itu adalah pintu.
Tidak ada retak sedikit pun di dinding, sehingga
bahkan tidak ada seekor tikus pun yang bisa masuk.
Tetapi Gubernur Wang masih penasaran dengan keajaiban
Kapel Bayi. Dia ingin memecahkan misteri itu. Ketika
dia kembali, dia mengatakan kepada sekretarisnya
untuk membawa dua pelacur kepadanya.
“Minta mereka untuk berpakaian seperti ibu
rumah tangga. Kamu akan menyewa mereka dan mengirim
mereka untuk menginap semalam di Kuil Lotus. Berikan
salah satu dari mereka sebuah botol tinta hitam
dan seorang lagi sebuah botol tinta merah. Jika
ada orang yang menghampiri mereka pada malam itu,
beritahu mereka untuk menandai kepala orang tersebut
dengan tinta itu.”
Sekretarisnya menemukan dua pelacur, Zhang Mei dan
Li Wan. Sekretaris itu dan seorang lelaki dari kantor
gubernur beperan sebagai suami pelacur-pelacur itu
dan membawa mereka ke biara.
Selain mereka berdua, ada selusin wanita lain pada
hari itu datang untuk menginap semalaman di kuil.
Pada waktu pukul delapan, semua ruangan dikunci,
dan anggota keluarga dari semua wanita berjaga-jaga
di luar ruangan. Para biarawan kembali ke ruangan
mereka.
Zhang Mei menanggalkan pakaiannya, memadamkan lilin
dan berbaring di tempat tidur.
Pada waktu pukul 10, bel berbunyi. Kesunyian menyelimuti
kuil tersebut. Tiba-tiba Zhang Mei mendengar suara
dari bawah ruangan. Kemudian dia melihat salah satu
papan lantai di ruangan bergerak ke samping, dan
kepala seseorang yang tercukur gundul muncul dari
bawah. Itu adalah kepala seorang biarawan.
Zhang Mei tidak bergerak. Biarawan itu berjinjit
ke samping tempat tidurnya, menanggalkan jubahnya
dan menyelinap ke tempat tidurnya. Zhang Mei berpura-pura
sudah tidur. Dia merasakan tangan biarawan itu memegangi
kakinya.
“Anda siapa?” tanyanya, mencoba untuk
mendorongnya pergi. “Ini adalah kuil suci.”
Tetapi biarawan itu malah memeluknya erat-erat.
“Saya dikirim Buddha untuk memberimu anak,”
katanya berbisik di telinganya.
Dia mulai bermain cinta dengannya. Zhang Mei sangatlah
berpengalaman, tetapi dia merasa bahwa biarawan
ini lebih berahi daripada orang-orang yang pernah
dia temui dan dia mengalami kesulitan untuk mengimbanginya.
Ketika biarawan itu hampir mencapai orgasme, Zhang
Mei mencelupkan jarinya ke dalam botol tinta merah
yang memang sudah disiapkan terlebih dahulu dan
membuat tanda di kepalanya yang botak. Sebelum biarawan
itu pergi, dia memberinya sebuah bungkusan suci.
“Ini adalah pil untuk membantu anda menjadi
hamil. Minumlah tiga persepuluh ons tiap pagi dengan
air panas selama seminggu dan kamu akan mempunyai
anak.”
Sekarang biarawan itu telah pergi. Zhang Mei merasa
sedikit lelah. Dia baru mau memejamkan matanya dan
tidur ketika dia merasakan ada pukulan di sampingnya.
“Apa? Kamu lagi?” teriaknya, berpikir
bahwa itu adalah biarawan yang sama. “Saya
lelah.”
“Kamu salah. Saya adalah orang lain. Saya
akan membuat anda merasa bahagia.” “Tetapi
saya lelah,” protesnya.
“Minumlah pil ini dan kamu tidak akan merasa
lelah lagi sepanjang malam.” Dia memberikannya
sebuah bungkusan. Sama dengan yang pertama, dia
memberi tanda di kepala biarawan itu dengan tinta
merah. Biarawan itu tidak pergi sampai menjelang
subuh.
Li Wan mempunyai pengalaman yang sama di kamarnya.
Ketika biarawan yang pertama selesai, biarawan yang
kedua muncul dari bawah lantai.
“Kamu sudah mendapat bagianmu,” kata
biarawan yang kedua kepada yang pertama. “Sekarang
giliranku.”
Biarawan pertama yang dahinya telah ditandai oleh
Li Wan dengan tinta hitam, tertawa perlahan dan
pergi. Biarawan yang kedua mulai menyentuh tubuhnya,
Li Wan berpura-pura menghindarinya. Tetapi dia mengambil
pil yang berbau harum dan memasukkan ke mulutnya,
lalu memaksanya untuk menelannya. “Pil ini
akan memberi kamu tenaga lebih dan membuat kamu
gembira,” bisik biarawan itu.
Li Wan merasa seluruh tubuhnya dialiri oleh kehangatan
yang membuatnya merasa meleleh. Tetapi dia tidak
melupakan tugasnya.
“Betapa bagusnya kepalamu!” Sambil meraba
kepalanya, dia menandainya dengan tinta hitam.
“Saya adalah seorang yang lembut dan sensitif.
Saya tidak seperti biarawan yang lain. Sering-seringlah
kemari untuk mengunjungiku.” Dia meninggalkannya
ketika subuh tiba. Gubernur Wang meninggalkan kediamannya
sekitar pukul 4 pagi, disertai dengan seribu pasukan
polisi.
Ketika mereka tiba di biara, para pengawalnya mengumumkan
kedatangannya dengan memukul pintu keras-keras.
Gubernur langsung menuju kediaman kepala biara dan
menemukan biarawan itu ternyata telah bangun. Gubernur
memerintahkan untuk menyerahkan surat izin kuil
dan memanggil semua biarawan untuk berkumpul di
halaman depan.
Kepala biara yang panik membunyikan drum dan bel.
Beberapa saat kemudian, semua biarawan berkumpul.
Kemudian gubernur memerintahkan mereka untuk melepas
topi mereka. Dua dari biarawan itu ditemukan dengan
tanda merah di kepalanya dan dua lainnya dengan
tanda hitam.
“Di mana kamu mendapatkan tanda-tanda itu
di kepalamu?” tanya gubernur. Mereka saling
memandang, keempatnya tidak tahu harus mengatakan
apa. “Mungkin seseorang berbuat usil terhadap
kami.”
“Baiklah. Akan saya tunjukkan siapa yang berbuat
usil dengan kalian.”Kemudian kedua pelacur
itu dibawa masuk. Mereka memberitahu gubernur tentang
apa yang terjadi pada malam hari. Semua biarawan
menjadi sangat panik.
Beberapa wanita dibawa masuk untuk diinterogasi,
beberapa berusaha untuk menyangkal. Gubernur kemudian
memerintahkan untuk memeriksa seluruh badan. Hasilnya
adalah ditemukan sebuah bungkusan kecil berisi pil
yang sama dengan yang dipunyai oleh kedua pelacur
itu. Menyadari keadaan yang sebenarnya, para suami
menjadi marah dan membawa mereka pulang.
Sebuah penyelidikan mengungkapkan bahwa para biarawan
telah melakukannya selama bertahun-tahun. Para wanita
haruslah bertubuh sehat dan muda, dan para biarawan
yang bersetubuh dengan mereka harus mempunyai tubuh
kuat dan bervitalitas tinggi. Mereka dibantu dengan
pil khusus yang telah disiapkan oleh kuil itu. Maka,
tingkat kehamilan menjadi tinggi. Ketika para wanita
menemukan bahwa mereka dilecehkan, hampir semuanya
tidak berani menceritakan apa yang terjadi karena
takut akan merusak reputasi keluarga mereka. Beberapa
dari mereka diam karena mereka menyukainya dan sering
kembali lagi.
Gubernur kemudian menahan para biarawan dan membakar
habis Kuil Lotus. |
|
|
|
Komentar:
Ketika pengungkapan kejahatan para biarawan merupakan
kesimpulan yang pasti, proses untuk mengungkapkan
kejahatan tersebut kelihatannya lebih menarik dibandingkan
dengan hasilnya. |
|
Vegetable Roots
(abad ke-16)
"Keberuntungan tidak bisa didapat hanya dengan
dengan menginginkannya saja. Tapi hati yang bahagia
melahirkan keberuntungan. Nasib sial tidak dapat
dihindarkan. Tetapi mengurangi pikiran buruk akan
menjauhkan bencana". |
|
Taken From
Michael C. Tang Book “Kisah-Kisah
Kebijaksanaan China Klasik - Refleksi bagi Para
Pemimpin” |
|
|
|
|
|