|
|
Home
> Education
> Story
> Wanita Berpakaian Hitam |
|
Wanita Berpakaian
Hitam |
|
Tuan Zhu, seorang jaksa di Propinsi
Jiangsu selama dinasti Qing, diperintahkan untuk
mengirim sejumlah uang ke ibu kota negara, Beijing.
Perjalanan ini membutuhkan waktu beberapa hari dan
dia harus berhenti beberapa kali dalam perjalanan.
Salah satu tempat pemberhentian itu ada di pinggiran
kota Linqing, di sebelah barat daya Shandong, yang
merupakan daerah kekuasaan para penjahat.
Pada saat dia sampai di sebuah penginapan, yang
merupakan satu-satunya penginapan di kota itu, beberapa
wanita datang, ingin menghibur dia dengan nyanyian.
Mereka sebenarnya adalah wanita tuna-susila. Ini
adalah kebiasaan di utara bagi pelacur untuk menyanyi
di hadapan tamu yang berpotensi dan kaya. Setelah
bernyanyi, jika tamu tersebut ingin menghabiskan
malam dengan salah seorang dari mereka, yang perlu
dilakukan hanyalah meminta wanita itu untuk membawa
selimut ke dalam kamarnya. Bayaran mereka hanyalah
setengah dibandingkan dengan harga di daerah selatan,
tetapi pelacur-pelacur itu sering kali diasosiasikan
dekat dengan penyamun daerah. Mereka akan memberitahu
penyamun kalau ada tamu mereka yang kaya.
Tuan Zhu sering bepergian. Dia telah mendengar bahwa
Linqing adalah daerah yang berbahaya. Dia mengetahui
bahwa pelacur-pelacur muda ini tidak bertindak sembarangan.
Mereka kelihatannya menerima isyarat apakah mereka
harus menyanyi atau menari atau mendekatinya langsung
dari gadis berpakaian hitam. Kalau pelacur lainnya
menggunakan riasan yang sangat tebal dan memakai
pakaian yang sangat seronok, gadis itu tidak menggunakan
riasan sama sekali. Tetapi dia tetap kelihatan menarik.
Usianya sekitar dua puluh tahun. Zhu menyimpulkan
bahwa dia adalah pemimpinnya. Keadaan sekelilingnya
sepertinya tidak menguntungkan bagi dirinya. Karena
tempat penginapan ini terpencil, membuatnya tidak
mungkin untuk melarikan diri atau mencari bantuan.
Tuan Zhu memutuskan untuk berhadapan langsung dengan
gadis itu. Dia harus mencoba mengambil kesempatan.
Dan itu mungkin adalah satu-satunya kesempatan untuk
melepaskan diri dari bahaya maut.
Dia membubarkan gadis-gadis yang lain dan dengan
jelasnya menyatakan bahwa dia ingin sendirian dengan
gadis berpakaian hitam. Dia kelihatan setuju dengan
usulannya dan menerima undangannya untuk makan malam
bersama. Zhu mulai bercerita bahwa dia berasal dari
keluarga miskin dan dia harus bekerja keras untuk
bisa hidup seperti saat ini. Gadis itu berkata bahwa
orang tuanya sangatlah miskin untuk menghidupinya
sehingga dia harus terjun ke dalam profesi yang
memalukan ini untuk bertahan hidup.
Zhu mendengarkannya dengan penuh perhatian dan mulai
bercerita tentang bagaimana beberapa pelacur yang
terkenal pada zaman dahulu bisa menjadi pahlawan-pahlawan
wanita dan pada akhirnya mereka menikah dengan orang-orang
berpendidikan tinggi. Zhu memperlihatkan kekagumannya
kepada wanita-wanita itu. Kata-kata Zhu kelihatannya
telah mempengaruhi gadis ini. Hati gadis ini jadi
tergerak.
Percakapan berubah arah. Zhu memutuskan untuk mempercayainya
dan memberitahukannya bahwa dia bertanggung jawab
atas pengiriman 10 ribu ons perak ke Beijing.
Pada saat mereka berbincang-bincang, salju mulai
turun, mengubah tanah menjadi dataran putih mengkilat
di bawah sinar bulan yang pucat. Api di perapian
sangat kecil, minyak lampu sudah hampir habis, dan
ruangan pun menjadi sangat dingin. Melihat bahwa
gadis itu menggigil kedinginan di balik gaun hitamnya
yang tipis, Zhu mengambil mantel bulu dari tasnya
dan memakaikannya ke pundak gadis itu. Mereka berbincang-bincang
seperti teman dekat. Tapi Zhu tidak pernah menyentuh
gadis itu.
Tanpa mereka sadari, ufuk timur mulai terbit. Sebagaimana
peraturan yang berlaku saat itu, pelacur diharuskan
keluar pada saat subuh merekah. Gadis itu berdiri
di atas kakinya, melepaskan mantel bulu dan bersiap-siap
untuk pergi. “Ambillah,” katanya
sambil memberikan mantelnya kepada gadis itu. “Di
luar hawa sangat dingin. Kamu membutuhkannya.”
Dia juga memberikannya empat ons perak.
“Terima kasih atas kemurahan hati anda. Kamu
seharusnya tidak membayar saya. Saya tidak melakukan
apapun untuk anda. Saya juga tidak dapat menerima
mantel bulu ini.” “Harap mau
menerima mantel ini. Saya memberikannya kepada anda
sebagai ungkapan kekaguman dan penghormatan saya
atas diri anda. Kamu adalah wanita yang sangat istimewa.
Saya sangat menikmati perbincangan kita semalam.”
Gadis itu berterima kasih sekali lagi dan pergi.
Zhu masih merasa kuatir. Kira-kira lima belas menit
kemudian, ada ketukan di pintu. Ternyata gadis berbaju
hitam itu lagi. “Saya harus berbicara
jujur ke anda.” katanya bersungguh-sungguh.
“Saya adalah seorang pencuri dan ayah saya
adalah pemimpin dari penyamun di daerah ini. Saya
berperan sebagai pelacur untuk menjebak pelancong.
Tetapi saya masih perawan. Saya tidak pernah membiarkan
seorang pun menyentuh saya. Jika seseorang mencoba
untuk memaksa saya, saya akan membunuhnya dengan
pisauku. Saya sangat menghargai ketertarikan anda
terhadap saya. Ketika saya sampai di rumah, saya
akan mengutus seseorang untuk mengembalikan mantel
ini kepada anda bersama-sama dengan sesuatu yang
berharga untuk anda. Bawalah dan teruskanlah perjalanan
anda sebelum jalan menjadi terlalu licin ketika
salju mulai mencair.”
Zhu membungkuk di hadapannya, merasa sangat lega.
Setengah jam kemudian, seorang kurir datang dengan
membawa mantel bulu dan sebuah bungkusan kecil untuk
Zhu.
“Ini dari tuan putri kami,” kata orang
itu. “Ini sangatlah berguna jika anda menghadapi
kesulitan dalam perjalanan anda. Dengarkan. Simpan
ini sampai kamu tiba di Yangliuqing dan kemudian
berikanlah kepada seorang pria di kantor keamanan
setempat yang akan menemui anda dan meminta benda
ini dari anda.”
Zhu ingin memberikan tips kepada lelaki itu, tapi
ditolaknya, dan dia mengatakan bahwa tuan putrinya
melarangnya untuk menerima uang.
Zhu sangat heran melihat isi dari bungkusan itu.
Isinya adalah bendera segitiga.
Sekarang dia sudah siap untuk meneruskan perjalanannya,
tetapi pengemudi kereta yang dia sewa menolak untuk
berangkat, mengatakan bahwa perjalanan tidak aman.
Pengemudi itu terkejut ketika Zhu mengeluarkan bendera
segitiga dan meletakkannya di jendela kereta.
“Dari mana kamu mendapatkannya?”
tanya pengemudi itu. “Cepat! Mari kita berangkat.
Kita aman sekarang.”
Setelah sepuluh mil atau lebih, mereka bertemu dengan
segerombolan perampok berkuda dan bersenjata yang
berjumlah lebih dari dua puluh orang. Mereka mengelilingi
keretanya, mengamati bendera itu dengan teliti dan
kemudian mereka meninggalkan kereta itu tanpa berbuat
onar. Beberapa kejadian serupa terjadi selama beberapa
hari sampai mereka tiba di Yangliuqing, sekitar
enam mil dari Beijing.
Seorang pria dari kantor keamanan datang untuk menemuinya
dan mengundang Zhu untuk makan malam bersama. Pada
larut malam, dia datang ke kamarnya Zhu dan menanyakan
bagaimana Zhu dapat memperoleh bendera tersebut.
Zhu bercerita mengenai gadis berbaju hitam.
“Ini adalah pemberian yang sangat berharga.
Dia kelihatannya sangat menyukai anda. Sekarang
kamu di Yangliuqing, batas dari daerah kekuasaan
mereka. Kamu tidak membutuhkan bendera itu lagi.”
Zhu mengembalikan bendera itu, mengucapkan terima
kasih kepada pria itu, dan kemudian meninggalkan
tempat itu pada keesokan harinya. |
|
|
|
Komentar:
Tuan Zhu mengatasi situasi yang berbahaya dengan
cara berhadapan langsung dengan sumbernya dan menggunakan
akalnya yang cerdik dan sehat. Jika dia panik, kemungkinan
besar dia tidak akan berhasil, karena pada saat
krisis manajemen seperti itu, tidak ada ruang untuk
berbuat kesalahan sekecil apa pun. |
|
Konfusius, 551-479
S.M
Sebuah rencana yang hebat dapat gagal hanya karena
kurangnya kesabaran. |
|
Taken From
Michael C. Tang Book
“Kisah-Kisah Kebijaksanaan
China Klasik - Refleksi Bagi Para Pemimpin” |
|
|
|
|
|