|
|
Home
> Education
> Story
> Memata-matai dan Dimata-matai |
|
Memata-matai dan Dimata-matai |
|
Jiang Gan tiba di markas Jenderal
Zhou Yu dengan kapal ferry.
“Menyebrangi sungai bukanlah
pekerjaan yang mudah,” kata Zhou Yu
setelah saling memberi hormat dengan Jiang Gan.
“Apakah kamu datang sebagai
utusan Cao Cao?”
“Oh, tidak, tidak,”
sangkal Jiang Gan. “Saya
sudah lama sekali tidak melihatmu. Saya sangat merindukanmu.
Apa yang membuatmu berpikir bahwa saya adalah utusan
Cao Cao?” “Lupakanlah
kalau begitu!” kata Zhou sambil tersenyum.
“Karena kamu tidak mempunyai
maksud demikian, marilah berbincang-bincang mengenai
kenangan masa lalu. Tidak ada politik.”
Dia berbalik dan memperkenalkan Jiang kepada prajuritnya.
Sebuah pesta makan malam diadakan untuk menjamu
Jiang Gan. Mereka minum sampai larut malam. Zhou
Yu kelihatan sangat bersemangat. Dia bangkit mempertunjukkan
tari pedangnya dan mendapat sambutan tepuk tangan
yang hangat dari para hadirin. Ketika pesta telah
berakhir, dalam keadaan mabuk Zhou Yu membawa Jiang
Gan ke kamarnya. “Sudah
sangat lama sekali sejak kita berbagi kamar bersama,”
gumam Zhou Yu. “Mari kita lakukan lagi malam
ini.”
Dia melemparkan dirinya ke tempat tidur dan segera
jatuh tertidur. Jiang Gan tidak dapat tidur. Melihat
sekelilingnya, dia melihat setumpuk kertas di meja.
Jiang pergi ke meja itu untuk mempelajarinya. Tumpukan
kertas itu adalah surat-surat. Salah satu surat
itu yang bertanda tangan Jenderal Cai Mao dan Zhang
Yun menarik perhatiannya. Di surat itu tertulis
bahwa mereka tidak membelot kepada Cao dengan suka
rela, tetapi karena terpaksa. Sekarang mereka tidak
benar-benar melatih angkatan laut Cao Cao, tetapi
sedang menjebak mereka. Mereka juga berjanji untuk
menghubungi Zhou Yu lagi.
Jiang Gan ingat bahwa kedua jenderal itu sebelumnya
adalah bawahan Zhou Yu yang membelot ke Cao Cao.
Astaga! Dia mengambil surat itu dan menyembunyikannya
di balik bajunya lalu pergi tidur. Zhou Yu masih
mendengkur.
Sekitar dua jam setelah tengah malam, Jiang Gan
mendengar penjaga datang untuk membangunkan Zhou
Yu. “Seseorang dari utara
datang untuk bertemu denganmu.”
“Hush! Bicara pelan-pelan,”
kata Zhou Yu.
Dia memanggil Jiang tapi Jiang berpura-pura masih
tidur. Ketika Zhou berbicara di luar tenda, Jiang
menajamkan telinganya, mencoba untuk menangkap percakapan
itu. Dia samar-samar mendengar nama Cai Mao dan
Zhang Yun disebut-sebut. Tidak berapa lama kemudian
Zhou Yu kembali. “Hai,
teman!” suara Zhou Yu memanggilnya.
Dia tidak menjawab. Kemudian dia mendengar Zhou
Yu kembali tidur.
Menjelang subuh, Jiang Gan bangun. Dia memanggil
Zhou, tetapi Zhou tidak menjawab panggilannya. Jiang
Gan menyelinap keluar dan meninggalkan markas pasukan
Wu. “Siapa kamu?”
seorang penjaga mencegatnya. “Saya
teman lama Jenderal Zhou,” kata Jiang,
memperkenalkan dirinya. “Saya
harus pamit sekarang. Jenderal masih tidur. Saya
tidak ingin membangunkannya sepagi ini.”
Dia dibebaskan tanpa ditanyai lebih lanjut.
Sesampai di markas, dia menunjukkan surat itu kepada
Cao Cao. “Meskipun
saya gagal untuk membujuk Zhou Yu, saya menemukan
sesuatu yang menarik.”
Surat itu membuat Cao Cao sangat marah. Dia memanggil
kedua jenderal itu dengan segera. “Saya
ingin kamu untuk mulai menyerang sekarang,”
katanya kepada mereka. “Tetapi
kami belum menyelesaikan latihan tersebut.”
“Saya rasa mereka tidak
akan dilatih lagi.”
Kedua jenderal itu menjadi bingung. Cao memerintahkan
mereka untuk dipenggal. Segera sesudah Cai Mao dan
Zhang Yun mati, Cao menyadari bahwa dia telah ditipu
oleh Zhou Yu, tetapi sudah terlambat. Ketika prajurit
yang lain menanyakan alasan kenapa dia membunuh
kedua jenderal itu, dia cuma menjawab, “Mereka
kurang disiplin.” |
|
Prev
| Next |
|
|
Komentar:
Zhuge Liang berusia dua puluh delapan tahun ketika
pertempuran di Tebing Merah terjadi. Pertempuran
itu tidak akan dapat dimenangkan tanpa bantuan angin
timur, yang terjadi berkat doa Zhuge Liang . Tujuan
sebenarnya dari Zhuge Liang untuk membangun altar
di Gunung Nanping adalah supaya dia dapat melarikan
diri.
Seperti kita lihat dalam skenarionya “meminjam”
panah dari Cao Cao, Zhuge Liang mempunyai pengetahuan
yang baik tentang cuaca. Dia telah tinggal di daerah
ini cukup lama dan mengetahui bahwa di musim dingin
biasanya terjadi perubahan arah angin. Sejak dia
datang di perkemahan kepala pasukan Wu, yaitu Jenderal
Zhou Yu, dia selalu diawasi sang jenderal. Dia menyadari
rasa iri hati Zhou dan bahaya yang dihadapinya.
Berdoa meminta kedatangan angin timur adalah alasan
sempurna untuk pergi ke Gunung Nanping, yang memberinya
kesempatan untuk kabur.
Zhuge Liang (181-234 M) selalu dihormati oleh orang
China sepanjang zaman sebagai ahli strategi dan
taktik yang paling pandai dalam sejarah China kuno.
Melalui usahanya, keseimbangan kekuatan geopolitis
antara ketiga negara yang terus berkompetisi setelah
runtuhnya dinasti Han yang didirikan oleh Liu Bang
pada 206 S.M. dapat tercapai. Liu Bei dipercaya
sebagai keturunan asli dari keluarga kerajaan Han.
Zhuge Liang menjadi perdana menterinya selama bertahun-tahun
dan memenangkan banyak pertempuran untuknya. Zhuge
Liang mengabdi dengan penuh ketekunan dan kesetiaan
yang tidak dapat diragukan sampai kematiannya pada
usia empat puluh tahun. Zhuge juga mempunyai kemampuan
sastra yang sangat hebat. Surat-suratnya untuk Liu
Bei dan anaknya merupakan suatu karya sastra yang
besar.
Berikut ini adalah contoh lain dari kemampuannya
yang luar biasa.
Pada suatu hari, sebuah batalion musuh yang kuat,
yang terdiri dari 150.000 tentara, mendekati sebuah
kota terpencil yang dijaga hanya oleh sejumlah tentara
tua di bawah kepemimpinan Zhuge Liang. Zhuge memerintahkan
semua bendera yang dipasang diturunkan dan semua
pintu kota dibuka. Dia menyuruh dua puluh orang
tentara untuk menyamar sebagai pemulung untuk menyapu
jalan pada keempat pintu kota. Tidak seorang pun
diizinkan bergerak ataupun bersuara. Kemudian dia
sendiri dengan menggunakan pakaian putih yang biasa
ia pakai duduk di tembok kota, menyalakan sebatang
hio dan mulai memainkan sebuah musik yang lembut
dengan kecapi.
Ketika komandan pasukan musuh melihat pemandangan
ini, dia dengan segera menduga ada jebakan dan memutuskan
untuk mundur. Zhuge memiliki reputasi terlalu berhati-hati
untuk bermain-main dengan bahaya. Komandan pasukan
musuh adalah seorang yang licik dan suka bermain
curang dalam menyusun strategi, namun ia sering
menjadi korban dari kecurigaannya sendiri. Zhuge
berspekulasi dengan kecurigaan lawannya dan menang.
Contoh yang lain adalah kampanyenya melawan orang-orang
Burma yang tamak dan kejam. Zhuge menangkap raja
Mantse sebanyak tujuh kali dan sebanyak tujuh kali
juga Zhuge melepaskannya untuk menyusun kembali
kekuatannya dan berperang lagi. Ketika bawahannya
protes, Zhuge Liang berkata, “Saya dapat menangkapnya
seperti saya dapat mengambil sesuatu dari kantong
saya. Apa yang saya lakukan adalah untuk mengalahkannya
dan menaklukkan hatinya.” Ketika raja Mantse
tertangkap untuk ketujuh kalinya, dia berlutut di
hadapan Zhuge Liang.
“Meskipun saya tidak berbudaya, saya masih
memiliki rasa malu. Saya tidak akan melawan lagi,”
katanya.
Pada akhirnya, Liu Bei gagal mengembalikan kejayaan
dinasti Han, dan ketiga kerajaan digantikan oleh
dinasti lain, tetapi legenda Zhuge Liang tetap abadi.
Namanya menjadi sinonim dari kebijaksanaan dan kreativitas. |
|
VEGETABLE ROOTS
Berilah lebih daripada yang kamu terima, sehingga
yang tamak pun akan berterima kasih kepadamu.
Simpanlah cukup kecerdikan sebagai persediaan, sehingga
pada masa yang tidak diduga, kamu tidak akan terpojok. |
|
Taken From
Michael C. Tang Book “Kisah-Kisah
Kebijaksanaan China Klasik - Refleksi Bagi Para
Pemimpin” |
|
|
|
|
|