|
|
Home
> Education
> Story
> Tiga Kerajaan |
|
Tiga Kerajaan |
|
Menjelang akhir dinasti Han, yang
merupakan salah satu dinasti terlama di antara dinasti-dinasti
lain di China, tiga buah negara yaitu Wei, Wu dan
Shu berkompetisi satu dengan yang lain berebut kekuasaan.
Cao Cao, yang menjadi penguasa Wei adalah yang paling
kuat di antara ketiganya dan mendominasi daerah
utara. Dia juga menjadi perdana menteri kekaisaran
Han yang sepenuhnya mengontrol raja muda dinasti
Han. Dengan menggunakan nama raja, dia memberi perintah
dan menyerang mereka yang tidak mematuhinya. Dia
bermaksud unuk menghancurkan negara Shu dan Wu dan
memperluas kekuasaannya ke seluruh China. Sebagai
orang yang bermuka dua, Cao Cao tidak hanya seorang
prajurit profesional yang baik tetapi juga seorang
yang berpendidikan. Tetapi dia sangat kejam, tidak
setia dan penuh curiga. Motonya yang terkenal adalah:
“Lebih baik saya mengkhianati
seluruh dunia daripada membiarkan seluruh dunia
mengkhianati saya.”
Penguasa Wu adalah Sun Quan, keturunan jenderal
Sun Tzu yang terkenal yang menulis buku Seni Perang.
Keluarga Sun menguasai muara Sungai Yangtze selama
bertahun-tahun. Sun Quan menolak untuk menyerah
kepada Cao Cao tanpa perlawanan, tetapi pasukannya
tidak sekuat pasukan Cao Cao.
Yang paling lemah di antara ketiganya adalah Shu,
penguasanya adalah Liu Bei. Liu adalah keturunan
ningrat dinasti Han yang menguasai China antara
206 S.M. sampai 220 M. Liu adalah seorang yang baik,
simpatik, dan sederhana, tidak terlalu pandai ataupun
berbakat, tetapi dia mendapatkan simpati dari rakyat
kebanyakan. Dia dan kedua saudara angkatnya telah
mengabdikan diri mereka untuk menciptakan kedamaian
dan mengembalikan kekuasaan dinasti Han di China.
Upayanya mendapat dukungan yang luar biasa ketika
Zhuge Liang bergabung dengannya beberapa tahun kemudian
setelah dia bangkit dan berperang melawan Cao Cao.
Zhuge Liang adalah orang dengan bakat yang sangat
unik. Dia sedang menyepi ketika Liu Bei mengunjunginya.
Baru pada kunjungan ketigalah Liu berhasil bertemu
dengannya dan membujuknya untuk bekerja untuknya.
Pengetahuan Zhuge Liang tentang politik, strategi
militer, ilmu fisika, dan psikologi manusia tak
tertandingi pada zamannya. Pada waktu itu, Cao Cao
telah memenangkan perang strategi melawan Liu Bei
di China tengah. Analisis Zhuge Liang tentang situasi
politik dan militer mencelikkan mata dan pikiran
Liu Bei yang selalu meraba dalam gelap sejak kekalahannya.
Zhuge menjadi perantara terbentuknya hubungan antara
Shu dan Wu.
Periode ini disebut periode Tiga Kerajaan dalam
sejarah China, dan menjadi zaman yang paling menarik
dalam sejarah China. |
|
Next |
|
|
Komentar:
Zhuge Liang berusia dua puluh delapan tahun ketika
pertempuran di Tebing Merah terjadi. Pertempuran
itu tidak akan dapat dimenangkan tanpa bantuan angin
timur, yang terjadi berkat doa Zhuge Liang . Tujuan
sebenarnya dari Zhuge Liang untuk membangun altar
di Gunung Nanping adalah supaya dia dapat melarikan
diri.
Seperti kita lihat dalam skenarionya “meminjam”
panah dari Cao Cao, Zhuge Liang mempunyai pengetahuan
yang baik tentang cuaca. Dia telah tinggal di daerah
ini cukup lama dan mengetahui bahwa di musim dingin
biasanya terjadi perubahan arah angin. Sejak dia
datang di perkemahan kepala pasukan Wu, yaitu Jenderal
Zhou Yu, dia selalu diawasi sang jenderal. Dia menyadari
rasa iri hati Zhou dan bahaya yang dihadapinya.
Berdoa meminta kedatangan angin timur adalah alasan
sempurna untuk pergi ke Gunung Nanping, yang memberinya
kesempatan untuk kabur.
Zhuge Liang (181-234 M) selalu dihormati oleh orang
China sepanjang zaman sebagai ahli strategi dan
taktik yang paling pandai dalam sejarah China kuno.
Melalui usahanya, keseimbangan kekuatan geopolitis
antara ketiga negara yang terus berkompetisi setelah
runtuhnya dinasti Han yang didirikan oleh Liu Bang
pada 206 S.M. dapat tercapai. Liu Bei dipercaya
sebagai keturunan asli dari keluarga kerajaan Han.
Zhuge Liang menjadi perdana menterinya selama bertahun-tahun
dan memenangkan banyak pertempuran untuknya. Zhuge
Liang mengabdi dengan penuh ketekunan dan kesetiaan
yang tidak dapat diragukan sampai kematiannya pada
usia empat puluh tahun. Zhuge juga mempunyai kemampuan
sastra yang sangat hebat. Surat-suratnya untuk Liu
Bei dan anaknya merupakan suatu karya sastra yang
besar.
Berikut ini adalah contoh lain dari kemampuannya
yang luar biasa.
Pada suatu hari, sebuah batalion musuh yang kuat,
yang terdiri dari 150.000 tentara, mendekati sebuah
kota terpencil yang dijaga hanya oleh sejumlah tentara
tua di bawah kepemimpinan Zhuge Liang. Zhuge memerintahkan
semua bendera yang dipasang diturunkan dan semua
pintu kota dibuka. Dia menyuruh dua puluh orang
tentara untuk menyamar sebagai pemulung untuk menyapu
jalan pada keempat pintu kota. Tidak seorang pun
diizinkan bergerak ataupun bersuara. Kemudian dia
sendiri dengan menggunakan pakaian putih yang biasa
ia pakai duduk di tembok kota, menyalakan sebatang
hio dan mulai memainkan sebuah musik yang lembut
dengan kecapi.
Ketika komandan pasukan musuh melihat pemandangan
ini, dia dengan segera menduga ada jebakan dan memutuskan
untuk mundur. Zhuge memiliki reputasi terlalu berhati-hati
untuk bermain-main dengan bahaya. Komandan pasukan
musuh adalah seorang yang licik dan suka bermain
curang dalam menyusun strategi, namun ia sering
menjadi korban dari kecurigaannya sendiri. Zhuge
berspekulasi dengan kecurigaan lawannya dan menang.
Contoh yang lain adalah kampanyenya melawan orang-orang
Burma yang tamak dan kejam. Zhuge menangkap raja
Mantse sebanyak tujuh kali dan sebanyak tujuh kali
juga Zhuge melepaskannya untuk menyusun kembali
kekuatannya dan berperang lagi. Ketika bawahannya
protes, Zhuge Liang berkata, “Saya dapat menangkapnya
seperti saya dapat mengambil sesuatu dari kantong
saya. Apa yang saya lakukan adalah untuk mengalahkannya
dan menaklukkan hatinya.” Ketika raja Mantse
tertangkap untuk ketujuh kalinya, dia berlutut di
hadapan Zhuge Liang.
“Meskipun saya tidak berbudaya, saya masih
memiliki rasa malu. Saya tidak akan melawan lagi,”
katanya.
Pada akhirnya, Liu Bei gagal mengembalikan kejayaan
dinasti Han, dan ketiga kerajaan digantikan oleh
dinasti lain, tetapi legenda Zhuge Liang tetap abadi.
Namanya menjadi sinonim dari kebijaksanaan dan kreativitas. |
|
VEGETABLE ROOTS
Berilah lebih daripada yang kamu terima, sehingga
yang tamak pun akan berterima kasih kepadamu.
Simpanlah cukup kecerdikan sebagai persediaan, sehingga
pada masa yang tidak diduga, kamu tidak akan terpojok. |
|
Taken From
Michael C. Tang Book “Kisah-Kisah
Kebijaksanaan China Klasik - Refleksi Bagi Para
Pemimpin” |
|
|
|
|
|