|
|
Home
> Education
> Story
> Cara Terbaik untuk Menang |
|
Cara Terbaik untuk
Menang |
|
Perang adalah urusan yang sangat
serius. Seorang jenderal harus mewaspadai emosinya
sendiri. Jika bukan untuk kepentingan negara, dia
seharusnya tidak pergi berperang. Jika dia dapat
sukses tanpa berperang, dia seharusnya tidak boleh
menggunakan pasukannya. Seorang raja seharusnya
tidak memulai sebuah perang karena dia marah. Seorang
jenderal juga seharusnya tidak boleh berperang hanya
karena dia membenci musuhnya. Satu pertimbangan
penting sebelum pergi berperang adalah: Jika seseorang
berperang, dapatkah dia menang? Kemarahan mungkin
akan reda. Kebencian mungkin dapat padam. Tetapi
akibat dari perang tidak dapat diubah. Orang-orang
yang mati dalam peperangan hilang untuk selamanya.
Cara yang terbaik untuk memenangkan perang adalah
menang tanpa pertarungan, mengalahkan negara lawan
tanpa membinasakannya, dan melemahkan pasukan musuh
tanpa membunuh. Berperang dalam seratus pertempuran
dan memenangkan seratus pertempuran bukanlah yang
terbaik dari yang terbaik. Kemenangan yang tertinggi
adalah mengalahkan musuh tanpa pertempuran, membuat
musuh menyerah, membuat mereka melihat bahwa pihak
lawan adalah sangat hebat sehingga tidak ada gunanya
untuk melawan walau sekecil apa pun. Ini adalah
kemenangan yang paling hebat.
Untuk memenangkan peperangan dengan cara demikian
mungkin tidak menarik. Dengan cara ini seorang jenderal
tidak akan mempunyai kesempatan untuk menunjukkan
kemampuan dan keberaniannya untuk mendapatkan pujian
dan penghargaan. Tetapi ini adalah kemenangan yang
paling baik.
Cara terbaik untuk memenangkan perang adalah dengan
mengalahkan strategi musuh secara keseluruhan. Cara
terbaik yang kedua adalah mengalahkannya dalam percaturan
politik dan diplomatik. Cara terbaik yang berikutnya
adalah berperang melawan pasukan musuh. Cara terburuk
untuk memenangi perang adalah menempatkan mata-mata
di kota-kota musuh dan mengalahkan mereka dengan
menimbulkan kekacauan di dalam pasukan tersebut
dengan menggunakan hasutan. Jika kamu mempunyai
pasukan sepuluh kali lebih kuat dari kekuatan musuhmu,
kepung mereka.
Jika kamu mempunyai pasukan lima kali kekuatan musuhmu,
serang.
Jika kamu mempunyai pasukan sejumlah dua banding
satu, cobalah untuk memecah belah pasukan musuh
dan kemudian serang mereka.
Jika kamu mempunyai kekuatan yang hampir sama dengan
kekuatan musuh, ambillah inisiatif dan serang terlebih
dahulu.
Jika musuh lebih kuat daripada kamu, pergilah dengan
cepat dan jangan menyerang.
Untuk memenangi perang di mana setiap orang berharap
kamu menang, kamu tidak layak mendapatkan penghargaan
lebih. Untuk mengalahkan musuh dengan cara perusakan
massa yang hebat, kamu tidak layak untuk mendapatkan
penghargaan apa pun.
Jika kamu dapat memenangkan perang tetapi gagal
untuk mengkonsolidasikan kemenanganmu dan mencapai
tujuan dari strategimu, itu sama artinya dengan
kekalahan. |
|
Prev
| Next |
|
|
Komentar:
Seni Perang adalah buku klasik tentang ilmu perang,
psikologi perang dan filosofi perang. Tetapi prinsip
yang diungkapkan dalam buku legendaris itu membahas
lebih dari lingkup peperangan militer.
Pelaku bisnis dari China, Jepang, Korea, dan Singapura
telah mempelajari buku Sun Tzu dengan saksama, menganggap
buku itu seperti sebuah buku wajib dalam kompetisi
dunia bisnis modern di mana pasar adalah medan perang,
manajer dan karyawan adalah prajurit dan kepala
prajurit, serta produk dan servis adalah senjata.
Untuk alasan ini, saya memberi judul bab ini, “Seni
berkompetisi”.
Analisis Sun Tzu yang mendalam tentang watak manusia,
organisasi, kepemimpinan, pengaruh lingkungan, dan
pentingnya informasi memiliki relevansi dengan peperangan
ekonomi sama seperti pada peperangan militer. |
|
Zilu bertanya, “Jika guru
memimpin pasukan yang hebat, orang seperti apa yang
guru inginkan bersama anda?”
Sang guru berkata, “Saya tidak akan membawa
orang yang dapat bertarung dengan harimau dengan
tangan kosong, atau menyebrangi sungai tanpa perahu.
Saya ingin seseorang yang mendekati kesukaran dengan
hati-hati dan yang memilih untuk sukses dengan strategi.” |
|
Taken From
Michael C. Tang Book “Kisah-Kisah
Kebijaksanaan China Klasik - Refleksi Bagi Para
Pemimpin” |
|
|
|
|
|